http://www.kompas.co.id/photos/IPTEK/luases.jpg
Simulasi model iklim menunjukkan, pada musim panas 2040, hanya perairan di sekitar pantai utara Greenland dan Kanada yang dilapisi es.
Wilayah Kutub Utara bakal kehilangan seluruh daratan esnya mulai musim panas tahun 2040 jika pemanasan global tak dapat ditekan. Kemungkinan ini jauh lebih cepat dari perkiraan sebelumnya.
Bulan lalu, perairan yang dilapisi es di Kutub Utara hanya seluas dua juta kilometer persegi atau seluas Alaska. Ini di bawah luas rata-rata perairan beku di puncak musim panas dan tercatat dalam urutan keempat terbawah selama 29 tahun pengamatan melalui satelit.
Dengan membuat simulasi model iklim global, para peneliti Universitas Washington dan Universitas McGill bisa menganalisis pengaruh pemanasan global terhadap lautan beku di sekitar kutub. Hasil perhitungan yang dimuat dalam Geophysical Research Letters edisi 12 Desember menunjukkan, jika tingkat pelepasan emisi gas-gas rumah kaca tetap setinggi sekarang, es nyaris tak ditemukan lagi di wilayah Kutub Utara pada September 2040.
Pada sebuah simulasi diperlihatkan bahwa luas daratan es pada bulan September telah mengalami penurunan dari 5,9 juta kilometer persegi menjadi 1,9 kilometer persegi hanya dalam waktu sepuluh tahun. Pada puncak musim panas tahun 2040, es hanya ditemukan di sebagian kecil wilayah Greenland dan Kanada serta tidak ada es di perairan Kutub Utara.
Tebal lapisan es di permukaan laut saat itu juga hanya sekitar 0,9 meter. Sebagai pembanding, tebal lapisan es di permukaan perairan Kutub Utara saat puncak musim panas sekarang sekitar 3,6 meter.
Model iklim yang dibuat sebelumnya memprediksi hilangnya es di Kutub Utara baru akan terjadi pada 2060. Penelitian lainnya juga menghasilkan gambaran bahwa es hanya akan ditemui keberadaannya di Kutub Utara hingga tahun 2105 karena pemanasan global.
Emisi gas rumah kaca menyebabkan pemanasan global sehingga es di Kutub Utara makin berkurang. Karena es mencair, perairan lebih luas dan menyerap panas lebih banyak. Hal inilah yang makin mempercepat pencairan es di perairan Kutub Utara.
"Perubahan tersebut benar-benar sangat cepat. Kita telah kehilangan banyak daratan es, namun selama beberapa dekade ke depan es mencair jauh lebih cepat," kata Marika Holland, salah satu peneliti dari National Center for Atmospheric Research (NCAR) Universitas Washington yang mempresentasikan temuannya pada Pertemuan Perhimpunan Geofisika Amerika.
Meski demikian, Kutub Utara masih punya peluang bertahan dari kondisi seburuk itu. Simulasi dengan tingkat emisi yang lebih rendah hanya menyebabkan proses pencairan yang lebih lambat. "Masyarakat masih bisa meminimalisasi pengaruh pada es perairan Kutub Utara," ujar Holland.
indoforum.org
Tidak ada komentar:
Posting Komentar