Kamis, 28 Februari 2008

true story 1


Dulu keluargaku menggunakan kompor minyak untuk berbagai kegiatan terutama saat masak, entah itu masak makanan, air, atau yang lain.
Pada suatu hari kaluargaku ditawari biogas oleh pamanku. Langsung saja kami menyetujuinya. Biogas milik pamanku berasal dari kotoran sapi peliharaannya yang berjumlah 10 ekor. Karena banyaknya sapi dan persediaan biogas, biogas milik pamanku bisa digunakan untuk empat rumah: rumah pamanku, rumahku, dan dua rumah tetanggakku. Itu pun sebenarnya masih kuat untuk beberapa rumah lagi.
Kompor yang dipakai untuk biogas di rumahku adalah kompor gas biasa yang kemudian diberi sedikit modifikasi di dalamnya agar bisa digunakan. Saat kompor biogas dihidupkan ternyata berbeda dengan kompor biasa.
Ada bebepara keleihan mengggunakan biogas :
1. Kita bisa menggunakan gas kapan saja tanpa harus mengeluarkan uang sedikitpum. Entah itu buat masak atau untuk kegiatan yang lain.
2. Api dari biogas tidak meninggalkan berkas hitam (angus). Jadi peralatan masak yang digunakan tetap bersih dan tidak perlu khawatir kotor.
3. Biogas tidak mengeluarkan asap seperti saat menggunakan kompor minyak. Biasanya, jika kita menggunakan kompor minyak, asap akan berwarna hitam kemudian mengotori atap atau dinding yang ada di atasnya. Berbeda jika kita menggunakan biogas. Dengan menggunakan biogas atap ataupun dinding yang berada di dekat kompor tidak akan kotor karena kompor biogas tidak mengeluarkan asap yang seperti itu.
4. Api dari biogas lebih besar daripada api kompor miyak, hampir seperti kompor gas (warna api dan kecepatannya), jadi masakan bisa lebih cepat matang.
5. Seringkali jika kita ingin melihat apakah masakan kita sudah matang atau belum, kita melihat masakan kita dari atas. Bila kita menggunakan kompor minyak, pasti mata kita akan terkena asap dari kompor minyak tersebut. Selain itu bau dari asap itu juga tidak sedap dan bikin sesak. Kalau kita menggunakan biogas, tidak akan terjadi demikian karena asap dari biogas tidak seperti asap dari kompor minyak.
6. Kita tidak perlu khawatir kehabisan bahan bakar untuk kompor kita. Minyak habis sekalipun kita tidak perlu khawatir. Banyak orang antre beli minyak, kita santai saja. Tinggal nunggu hewan ngeluarin kotorannya saja, pasti langsung ada lagi bahan bakar buat kompor kita. Yang penting hewannya diberi makan.
7. Kita bisa menghemat minyak untuk keperluan yang lain.
8. Limbah biogas mengandung unsur-unsur yang dibutuhkan oleh tanaman, jadi bisa digunakan sebagai pupuk organik. Tetangga saya pernah bercerita kalau tanaman yang dipupuk dengan biogas dapat tumbuh dengan sangat subur.

Biogas

Biogas adalah gas yang dihasilkan dari zat-zat organik (namanya saja biogas) yang dapat digunakan sebagai bahan bakar alternatif. Biasanya dalam pembuatan biogas digunakan kotoran dan urine dari hewan ternak, tetapi dimungkinkan juga memasukkan limbah organik seperti limbah tahu, tempe, dan yang lainnya ke dalam tabung.
Bahan-bahan organik dimasukkan ke dalam ruangan kedap udara (digester) agar bakteri dapat membusukkan (memfermentasi) bahan-bahan tersebut yang kemudian dapat menghasilkkan gas (biogas). Setelah itu gas dapat dialirkan ke tabung penyimpanan gas atau juga bisa langsung digunakan. Komposisi gas dalam biogas mengandung :
Jenis Gas Volume (%)
Methana (CH4) 40 - 70
Karbondioksida (CO2) 30 - 60
Hidrogen (H2) 0 - 1
Hidrogen Sulfida (H2S) 0 - 3
Nilai kalori dari 1 meter kubik Biogas sekitar 6.000 watt jam yang setara dengan setengah liter minyak diesel. Oleh karena itu, biogas sangat cocok digunakan sebagai bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan pengganti minyak tanah, LPG, butana, batubara, maupun bahan-bahan lain yang berasal dari fosil.
Limbah biogas yaitu kotoran ternak yang telah hilang gasnya (slurry) dapat digunakan sebagai pupuk organic yang kaya akan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh tanaman. Bahkan, unsur-unsur tertentu seperti protein, selulose, lignin, dan lain-lain tidak bisa digantikan oleh pupuk kimia. Pupuk organik ini sudah dicoba pada beberapa tanaman dan hasilnya sangat baik.
Biogas memberikan solusi terhadap masalah penyediaan energi dengan murah dan tidak mencemari lingkungan. Rata-rata seekor lembu menghasilkan kotoran sebanyak 30 kg.
Kotoran akan terbawa oleh air masuk ke dalam tanah atau sungai yang kemudian mencemari air tanah dan air sungai. Kotoran lembu mengandung racun dan bakteri Colly yang membahayakan kesehatan manusia dan lingkungannya.Pembakaran bahan bakar fosil menghasilkan Karbon dioksida (CO2) yang ikut memberikan kontribusi bagi efek rumah kaca (green house effect) yang bermuara pada pemanasan global (global warming). Biogas memberikan perlawanan terhadap efek rumah kaca melalui 3 cara :
Pertama, Biogas memberikan substitusi atau pengganti dari bahan bakar fosil untuk penerangan, kelistrikan, memasak dan pemanasan.
Kedua, Methana (CH4) yang dihasilkan secara alami oleh kotoran yang menumpuk merupakan gas penyumbang terbesar pada efek rumah kaca, bahkan lebih besar dibandingkan CO2. Pembakaran Methana pada Biogas mengubahnya menjadi CO2 sehingga mengurangi jumlah Methana di udara.
Ketiga, dengan lestarinya hutan, maka akan CO2 yang ada di udara akan diserap oleh hutan yang menghasilkan Oksigen yang melawan efek rumah kaca.
Sumber:Majalah Kampus GentaEdisi 117, Thn XXXIII /27 Maret 1998halaman 35-38
Dengan sedikit perubahan

Dampak pemanasan global

Para ilmuan menggunakan model komputer dari temperatur, pola presipitasi, dan sirkulasi atmosfer untuk mempelajari pemanasan global. Berdasarkan model tersebut, para ilmuan telah membuat beberapa prakiraan mengenai dampak pemanasan global terhadap cuaca, tinggi permukaan air laut, pantai, pertanian, kehidupan hewan liar dan kesehatan manusia.

Cuaca dan Iklim

Cuaca
Adalah kondisi harian gejala alam, seperti suhu, curah hujan, tekanan udara dan angin, yang terjadi dan berubah dalam waktu singkat. Contoh: cerah berawan, hujan badai, dll.
Para ilmuan memperkirakan bahwa selama pemanasan global, daerah bagian Utara dari belahan Bumi Utara (Northern Hemisphere) akan memanas lebih dari daerah-daerah lain di Bumi. Akibatnya, gunung-gunung es akan mencair dan daratan akan mengecil. Akan lebih sedikit es yang terapung di perairan Utara tersebut. Daerah-daerah yang sebelumnya mengalami salju ringan, mungkin tidak akan mengalaminya lagi. Pada pegunungan di daerah subtropis, bagian yang ditutupi salju akan semakin sedikit serta akan lebih cepat mencair. Musim tanam akan lebih panjang di beberapa area. Temperatur pada musim dingin dan malam hari akan cenderung untuk meningkat.
Daerah hangat akan menjadi lebih lembab karena lebih banyak air yang menguap dari lautan. Para ilmuan belum begitu yakin apakah kelembaban tersebut malah akan meningkatkan atau menurunkan pemanasan yang lebih jauh lagi. Hal ini disebabkan karena uap air merupakan gas rumah kaca, sehingga keberadaannya akan meningkatkan efek insulasi pada atmosfer. Akan tetapi, uap air yang lebih banyak juga akan membentuk awan yang lebih banyak, sehingga akan memantulkan cahaya matahari kembali ke angkasa luar, di mana hal ini akan menurunkan proses pemanasan (lihat siklus air). Kelembaban yang tinggi akan meningkatkan curah hujan, secara rata-rata, sekitar 1 persen untuk setiap derajat Fahrenheit pemanasan. (Curah hujan di seluruh dunia telah meningkat sebesar 1 persen dalam seratus tahun terakhir ini). Badai akan menjadi lebih sering. Selain itu, air akan lebih cepat menguap dari tanah. Akibatnya beberapa daerah akan menjadi lebih kering dari sebelumnya. Angin akan bertiup lebih kencang dan mungkin dengan pola yang berbeda. Topan badai (hurricane) yang memperoleh kekuatannya dari penguapan air, akan menjadi lebih besar. Berlawanan dengan pemanasan yang terjadi, beberapa periode yang sangat dingin mungkin akan terjadi. Pola cuaca menjadi tidak terprediksi dan lebih ekstrim.

Iklim
Adalah pola cuaca umum yang terjadi selama bertahun-tahun dalam jangka waktu panjang, antara 30-100 tahun. Contoh: iklim tropis, sub-tropis, iklim panas, iklim dingin.
Apa sajakah dampak-dampak Perubahan Iklim?
Pada tahun 2100, temperatur atmosfer akan meningkat 1.5 – 4.5 derajat Celcius, jika
pendekatan yang digunakan “melihat dan menunggu, tanpa melakukan apa-apa” (wait
and see, and do nothing)!
Dampak-dampak lainnya:
- Musnahnya berbagai jenis keanekrag aman hayati
- Meningkatnya frekuensi dan intensitas hujan badai, angin topan, dan banjir
- Mencairnya es dan glasier di kutub
- Meningkatnya jumlah tanah kering yang potensial menjadi gurun karena
kekeringan yang berkepanjangan
- Kenaikan permukaan laut hingga menyebabkan banjir yang luas. Pada tahun
2100 diperkirakan permukaan air laut naik hingga 15 - 95 cm.
- Kenaikan suhu air laut menyebabkan terjadinya pemutihan karang (coral
bleaching) dan kerusakan terumbu karang di seluruh dunia
- Meningkatnya frekuensi kebakaran hutan
- Menyebarnya penyakit-penyakit tropis, seperti malaria, ke daerah -daerah baru
karena bertambahnya populasi serangga (nyamuk)
- Daerah-daerah tertentu menjadi padat dan sesak karena terjadi arus
pengungsian.

Tinggi muka laut
Perubahan tinggi rata-rata muka laut diukur dari daerah dengan lingkungan yang stabil secara geologi.
Ketika atmosfer menghangat, lapisan permukaan lautan juga akan menghangat, sehingga volumenya akan membesar dan menaikkan tinggi permukaan laut. Pemanasan juga akan mencairkan banyak es di kutub, terutama sekitar Greenland, yang lebih memperbanyak volume air di laut. Tinggi muka laut di seluruh dunia telah meningkat 10 - 25 cm (4 - 10 inchi) selama abad ke-20, dan para ilmuan IPCC memprediksi peningkatan lebih lanjut 9 - 88 cm (4 - 35 inchi) pada abad ke-21.
Perubahan tinggi muka laut akan sangat mempengaruhi kehidupan di daerah pantai. Kenaikan 100 cm (40 inchi) akan menenggelamkan 6 persen daerah Belanda, 17,5 persen daerah Bangladesh, dan banyak pulau-pulau. Erosi dari tebing, pantai, dan bukit pasir akan meningkat. Ketika tinggi lautan mencapai muara sungai, banjir akibat air pasang akan meningkat di daratan. Negara-negara kaya akan menghabiskan dana yang sangat besar untuk melindungi daerah pantainya, sedangkan negara-negara miskin mungkin hanya dapat melakukan evakuasi dari daerah pantai.
Bahkan sedikit kenaikan tinggi muka laut akan sangat mempengaruhi ekosistem pantai. Kenaikan 50 cm (20 inchi) akan menenggelamkan separuh dari rawa-rawa pantai di Amerika Serikat. Rawa-rawa baru juga akan terbentuk, tetapi tidak di area perkotaan dan daerah yang sudah dibangun. Kenaikan muka laut ini akan menutupi sebagian besar dari Florida Everglades.

Pertanian
Orang mungkin beranggapan bahwa Bumi yang hangat akan menghasilkan lebih banyak makanan dari sebelumnya, tetapi hal ini sebenarnya tidak sama di beberapa tempat. Bagian Selatan Kanada, sebagai contoh, mungkin akan mendapat keuntungan dari lebih tingginya curah hujan dan lebih lamanya masa tanam. Di lain pihak, lahan pertanian tropis semi kering di beberapa bagian Afrika mungkin tidak dapat tumbuh. Daerah pertanian gurun yang menggunakan air irigasi dari gunung-gunung yang jauh dapat menderita jika snowpack (kumpulan salju) musim dingin, yang berfungsi sebagai reservoir alami, akan mencair sebelum puncak bulan-bulan masa tanam. Tanaman pangan dan hutan dapat mengalami serangan serangga dan penyakit yang lebih hebat.

Hewan dan tumbuhan
Hewan dan tumbuhan menjadi makhluk hidup yang sulit menghindar dari efek pemanasan ini karena sebagian besar lahan telah dikuasai manusia. Dalam pemanasan global, hewan cenderung untuk bermigrasi ke arah kutub atau ke atas pegunungan. Tumbuhan akan mengubah arah pertumbuhannya, mencari daerah baru karena habitat lamanya menjadi terlalu hangat. Akan tetapi, pembangunan manusia akan menghalangi perpindahan ini. Spesies-spesies yang bermigrasi ke utara atau selatan yang terhalangi oleh kota-kota atau lahan-lahan pertanian mungkin akan mati. Beberapa tipe spesies yang tidak mampu secara cepat berpindah menuju kutub mungkin juga akan musnah.

Kesehatan manusia
Di dunia yang hangat, para ilmuan memprediksi bahwa lebih banyak orang yang terkena penyakit atau meninggal karena stress panas. Wabah penyakit yang biasa ditemukan di daerah tropis, seperti penyakit yang diakibatkan nyamuk dan hewan pembawa penyakit lainnya, akan semakin meluas karena mereka dapat berpindah ke daerah yang sebelumnya terlalu dingin bagi mereka. Saat ini, 45 persen penduduk dunia tinggal di daerah di mana mereka dapat tergigit oleh nyamuk pembawa parasit malaria; persentase itu akan meningkat menjadi 60 persen jika temperature meningkat. Penyakit-penyakit tropis lainnya juga dapat menyebar seperti malaria, seperti demam dengue, demam kuning, dan encephalitis. Para ilmuan juga memprediksi meningkatnya insiden alergi dan penyakit pernafasan karena udara yang lebih hangat akan memperbanyak polutan, spora mold dan serbuk sari.

El Nino
El Nino adalah fenomena alami yang telah terjadi sejak berabad-abad yang lalu, walaupun tidak selalu dengan pola yang sama. Ia merupakan gelombang panas di garis ekuator Samudera Pasifik. Kini, El Nino muncul setiap 2 – 7 tahun, lebih kuat dan berkontribusi pada peningkatan temperatur bumi. Dampaknya dapat dirasakan di
seluruh dunia dan menunjukkan bahwa iklim di bumi benar -benar berhubungan. Para
ilmuwan menguji bagaimana Pemanasan Global yang diakibatkan oleh aktivitas manusia dapat mempengaruhi El Nino: akumulasi Gas Rumah Kaca di atmosfer “membantu” menyuntikkan panas ke Samudera Pasifik. Oleh karena itu, El Nino muncul lebih sering dan lebih ganas dari sebelumnya.
Bagi negara kepulauan seperti Indonesia, dampak pemanasan global merupakan ancaman yang sangat serius. Pada tahun 1997/1998, El Nino telah menyebabkan pemutihan karang secara luas di sejumlah wilayah seperti bagian timur Sumatera, Jawa, Bali dan Lombok.
Peristiwa El Nino juga mengakibatkan terbakarnya kawasan hutan yang hampir seluas 10 juta ha (FWI, 2001). Sementara 80% dari kejadian tersebut terjadi di lahan gambut. Padahal lahan gambut merupakan penyerap emisi karbon terbesar di dunia. Akibat peristiwa ini, sebanyak 0,81-2,57 gigaton karbon dilepaskan ke atmosfer. Dampak lainnya terjadi ledakan penyakit malaria di Jawa dan Bali meningkat hampir tiga kali lipat, sementara di luar Jawa dan Bali peningkatan kasus malaria meningkat hingga 60% dari 1998 ke 2000.
Lihat kembali di : www.wikipedia.org

Penyebab Pemanasan Global

1.) Efek Rumah Kaca
Segala sumber energi yang terdapat di Bumi berasal dari Matahari. Sebagian besar energi tersebut dalam bentuk radiasi gelombang pendek, termasuk cahaya tampak. Ketika energi ini mengenai permukaan Bumi, ia berubah dari cahaya menjadi panas yang menghangatkan Bumi. Permukaan Bumi, akan menyerap sebagian panas dan memantulkan kembali sisanya. Sebagian dari panas ini sebagai radiasi infra merah gelombang panjang ke angkasa luar. Namun sebagian panas tetap terperangkap di atmosfer bumi akibat menumpuknya jumlah gas rumah kaca antara lain uap air, karbondioksida, dan metana yang menjadi perangkap gelombang radiasi ini. Gas-gas ini menyerap dan memantulkan kembali radiasi gelombang yang dipancarkan Bumi dan akibatnya panas tersebut akan tersimpan di permukaan Bumi. Hal tersebut terjadi berulang-ulang dan mengakibatkan suhu rata-rata tahunan bumi terus meningkat.
Apa sajakah yang termasuk dalam kelompok Gas Rumah Kaca?
Yang termasuk dalam kelompok Gas Rumah Kaca adalah karbondioksida (CO2), metana (CH4), dinitro oksida (N2O), hidrofluorokarbon (HFC), perfluorokarbon (PFC), sampai sulfur heksafluorida (SF6). Jenis GRK (Gas Rumah Kaca) yang memberikan sumbangan paling besar bagi emisi gas rumah kaca adalah karbondioksida, metana, dan dinitro oksida. Sebagian besar dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil (minyak bumi dan batu bara) di sector energi dan transport, penggundulan hutan , dan pertanian . Sementara, untuk gas rumah kac a lainnya (HFC, PFC, SF6 ) hanya menyumbang kurang dari 1% .
Gas-gas tersebut berfungsi sebagaimana kaca dalam
rumah kaca. Dengan semakin meningkatnya konsentrasi gas-gas ini di atmosfer, semakin banyak panas yang terperangkap di bawahnya.
Sebenarnya, efek rumah kaca ini sangat dibutuhkan oleh segala makhluk hidup yang ada di bumi, karena tanpanya, planet ini akan menjadi sangat dingin. Dengan temperatur rata-rata sebesar 15 °C (59 °F), bumi sebenarnya telah lebih panas 33 °C (59 °F) dengan efek rumah kaca
[3] (tanpanya suhu bumi hanya -18 °C sehingga es akan menutupi seluruh permukaan Bumi). Akan tetapi sebaliknya, akibat jumlah gas-gas tersebut telah berlebih di atmosfer, pemanasan global menjadi akibatnya.
Darimanakah emisi karbondioksida dihasilkan ?
Sumber-sumber emisi karbondioksida secara global dihasilkan dari pembakaran bahan
bakar fosil (minyak bumi dan batu bara):
- 36% dari industri energi (pembangkit listrik/kilang minyak, dll)
- 27% dari sektor transportasi
- 21% dari sektor industri
- 15% dari sektor rumah tangga & jasa
- 1% dari sektor lain -lain.
Apakah penghasil utama emisi karbondioksida?
Sumber utama penghasil emisi karbondioksida secara global ada 2 macam.
Pertama, pembangkit listrik bertenaga batubara. Pembangkit listrik ini membuang energi 2 kali lipat dari energi yang dihasilkan. Semisal, energi yang digunakan 100 unit, sementara energi yang dihasilkan 35 unit. Maka, energi yang terbuang adalah 65 unit! Setiap 1000 megawatt yang dihasilkan dari pembangkit listrik bertenaga batubara akan mengemisikan 5,6 juta ton karbondioksida per tahun!
Kedua, pembakaran kendaraan bermotor. Kendaraan yang mengonsumsi bahan bakar sebanyak 7,8 liter per 100 km dan menempuh jarak 16 ribu km, maka setiap tahunnya akan mengemisikan 3 ton karbondioksida ke udara! Bayangkan jika jumlah kendaraan bermotor di Jakarta lebih dari 4 juta kendaraan! Berapa ton karbondioksida yang masuk ke atmosfer per tahun?

2.) Efek umpan balik
Efek-efek dari agen penyebab pemanasan global juga dipengaruhi oleh berbagai proses umpan balik yang dihasilkannya. Sebagai contoh adalah pada penguapan air. Pada kasus pemanasan akibat bertambahnya gas-gas rumah kaca seperti CO2, pemanasan pada awalnya akan menyebabkan lebih banyaknya air yang menguap ke atmosfer. Karena uap air sendiri merupakan gas rumah kaca, pemanasan akan terus berlanjut dan menambah jumlah uap air di udara hingga tercapainya suatu kesetimbangan konsentrasi uap air. Efek rumah kaca yang dihasilkannya lebih besar bila dibandingkan oleh akibat gas CO2 sendiri. (Walaupun umpan balik ini meningkatkan kandungan air absolut di udara, kelembaban relatif udara hampir konstan atau bahkan agak menurun karena udara menjadi menghangat). Umpan balik ini hanya dapat dibalikkan secara perlahan-lahan karena CO2 memiliki usia yang panjang di atmosfer.
Efek-efek umpan balik karena pengaruh
awan sedang menjadi objek penelitian saat ini. Bila dilihat dari bawah, awan akan memantulkan radiasi infra merah balik ke permukaan, sehingga akan meningkatkan efek pemanasan. Sebaliknya bila dilihat dari atas, awan tersebut akan memantulkan sinar Matahari dan radiasi infra merah ke angkasa, sehingga meningkatkan efek pendinginan. Apakah efek netto-nya pemanasan atau pendinginan tergantung pada beberapa detail-detail tertentu seperti tipe dan ketinggian awan tersebut. Detail-detail ini sulit direpresentasikan dalam model iklim, antara lain karena awan sangat kecil bila dibandingkan dengan jarak antara batas-batas komputasional dalam model iklim (sekitar 125 hingga 500 km untuk model yang digunakan dalam Laporan Pandangan IPCC ke Empat). Walaupun demikian, umpan balik awan berada pada peringkat dua bila dibandingkan dengan umpan balik uap air dan dianggap positif (menambah pemanasan) dalam semua model yang digunakan dalam Laporan Pandangan IPCC ke Empat.
Umpan balik penting lainnya adalah hilangnya kemampuan memantulkan cahaya (
albedo) oleh es. Ketika temperatur global meningkat, es yang berada di dekat kutub mencair dengan kecepatan yang terus meningkat. Bersama dengan melelehnya es tersebut, daratan atau air dibawahnya akan terbuka. Baik daratan maupun air memiliki kemampuan memantulkan cahaya lebih sedikit bila dibandingkan dengan es, dan akibatnya akan menyerap lebih banyak radiasi Matahari. Hal ini akan menambah pemanasan dan menimbulkan lebih banyak lagi es yang mencair, menjadi suatu siklus yang berkelanjutan.
Umpan balik positif akibat terlepasnya CO2 dan CH4 dari melunaknya tanah beku (
permafrost) adalah mekanisme lainnya yang berkontribusi terhadap pemanasan. Selain itu, es yang meleleh juga akan melepas CH4 yang juga menimbulkan umpan balik positif.
Kemampuan lautan untuk menyerap karbon juga akan berkurang bila ia menghangat, hal ini diakibatkan oleh menurunya tingkat nutrien pada zona mesopelagic sehingga membatasi pertumbuhan
diatom daripada fitoplankton yang merupakan penyerap karbon yang rendah.

3.) Variasi Matahari
Variasi Matahari selama 30 tahun terakhir.
Terdapat hipotesa yang menyatakan bahwa variasi dari Matahari, dengan kemungkinan diperkuat oleh umpan balik dari awan, dapat memberi kontribusi dalam pemanasan saat ini. Perbedaan antara mekanisme ini dengan pemanasan akibat efek rumah kaca adalah meningkatnya aktivitas Matahari akan memanaskan
stratosfer sebaliknya efek rumah kaca akan mendinginkan stratosfer. Pendinginan stratosfer bagian bawah paling tidak telah diamati sejak tahun 1960, yang tidak akan terjadi bila aktivitas Matahari menjadi kontributor utama pemanasan saat ini. (Penipisan lapisan ozon juga dapat memberikan efek pendinginan tersebut tetapi penipisan tersebut terjadi mulai akhir tahun 1970-an.) Fenomena variasi Matahari dikombinasikan dengan aktivitas gunung berapi mungkin telah memberikan efek pemanasan dari masa pra-industri hingga tahun 1950, serta efek pendinginan sejak tahun 1950.
Ada beberapa hasil penelitian yang menyatakan bahwa kontribusi Matahari mungkin telah diabaikan dalam pemanasan global. Dua ilmuan dari Duke University mengestimasikan bahwa Matahari mungkin telah berkontribusi terhadap 45-50% peningkatan temperatur rata-rata global selama periode 1900-2000, dan sekitar 25-35% antara tahun 1980 dan 2000. Stott dan rekannya mengemukakan bahwa model iklim yang dijadikan pedoman saat ini membuat estimasi berlebihan terhadap efek gas-gas rumah kaca dibandingkan dengan pengaruh Matahari; mereka juga mengemukakan bahwa efek pendinginan dari debu vulkanik dan aerosol sulfat juga telah dipandang remeh. Walaupun demikian, mereka menyimpulkan bahwa bahkan dengan meningkatkan sensitivitas iklim terhadap pengaruh Matahari sekalipun, sebagian besar pemanasan yang terjadi pada dekade-dekade terakhir ini disebabkan oleh gas-gas rumah kaca.
Pada tahun 2006, sebuah tim ilmuan dari
Amerika Serikat, Jerman dan Swiss menyatakan bahwa mereka tidak menemukan adanya peningkatan tingkat "keterangan" dari Matahari pada seribu tahun terakhir ini. Siklus Matahari hanya memberi peningkatan kecil sekitar 0,07% dalam tingkat "keterangannya" selama 30 tahun terakhir. Efek ini terlalu kecil untuk berkontribusi terhadap pemansan global. Sebuah penelitian oleh Lockwood dan Fröhlich menemukan bahwa tidak ada hubungan antara pemanasan global dengan variasi Matahari sejak tahun 1985, baik melalui variasi dari output Matahari maupun variasi dalam sinar kosmis.
Dalami di : www.wikipedia.org

Berita IPTEK


Komputer Anda Juga Menyebabkan Global Warming
Selasa, 18 Desember 2007 18:10 WIB
Oleh: Radhite

Tahukah Anda bahwa Anda juga mengakibatkan global warming hanya dengan membaca artikel ini dari monitor Anda?Atau bahwa server ukuran medium menghasilkan emisi karbon sama dengan sebuah SUV yang melaju sejauh 15 mil?Anda sudah sepantasnya untuk memahami bahaya laptop maupun komputer Anda terhadap lingkungan. Karena menurut organisasi Inggris, yaitu Global Action Plan, industri Teknologi Komputer dan Informasi akan melampaui industri penerbangan dalam hal emisi karbon dioksida. Berikut ini adalah beberapa highlight mengenai makalah berjudul ”An Efficient Truth” :
Gartner, perusahaan ICT, mengestimasikan bahwa pembuatan peralatan ICT, penggunaannya dan pembuangannya menghasilkan sekitar 2 persen dari emisi CO2 global yaitu sama dengan industri penerbangan.
Pusat server dan data menjadi salah satu bagian integral dalam bisnis. Namun, seiring dengan ukuran dan kapasitas server yang bertambah, maka energi yang dikonsumsi juga bertambah.
Kebutuhan energi yang intensif dibutuhkan untuk menjalankan dan mendinginkan pusat data yang menghasilkan seperempat dari emisi CO2 pada sektor ICT.
Proses produksi komputer sangat membutuhkan energi yang intensif. Belakangan terdapat studi di United Nations University of Tokyo yang menemukan bahwa produk elektronik mengkonsumsi sekitar 95% minyak bumi ketika digunakan. Sementara itu, 75% dari konsumsi energi PC terjadi ketika pertama kali dinyalakan.
Penelitian juga menemukan bahwa produksi dari sebuah PC membutuhkan 1.7 ton bahan baku dan air, serta mengkonsumsi minyak lebih dari sepuluh kali berat komputer.
Oleh karena itu, selamatkanlah bumi ini dengan mematikan komputer Anda ketika sedang tidak digunakan.

http://www.vibiznews.com/1new/journal_last.php

Indonesia Bisa “Menyelamatkan” Dunia


Hutan Indonesia Bisa Turunkan Suhu Bumi
Indonesia berpotensi menyelamatkan Produk Domestik Bruto (PDB) dunia sebesar US$ 940 miliar sampai US$ 1.890 miliar

[NUSA DUA] Indonesia berpotensi mengurangi suhu bumi secara global sebesar rata-rata 0,4 derajat celsius jika berhasil melakukan reforestasi (penghutanan kembali, Red) dalam jangka waktu 100 tahun ke depan.
Ahli Meteorologi dan Perubahan Iklim Institut Teknologi Bandung (ITB), Armi Susandi, di sela-sela Konferensi PBB untuk Perubahan Iklim, di Nusa Dua, Bali, Selasa (11/12), mengatakan dengan asumsi sampai 2110 Indonesia berhasil melakukan reforestasi seluas 75,95 juta hektare, volume karbon yang berhasil diserap oleh hutan di Tanah Air sejumlah 58,1 giga ton dari total emisi karbon saat itu yang diperkirakan mencapai 156,86 giga ton.
Selain berdampak pada penurunan suhu bumi secara global, model reforestasi juga diyakini bisa mengurangi suhu udara di wilayah Indonesia sebesar rata-rata 4,26 derajat celsius. "Artinya dari penyerapan sebesar itu, Indonesia telah berkontribusi sebesar 37 persen dalam pengurangan emisi global," ujar Armi.
Penelitian ini, menurut Armi, merupakan suatu terobosan bagus saat semua penelitian yang selama ini dikerjakan menunjukkan terjadinya peningkatan suhu bumi dari tahun 1900-2100 sebesar 6 derajat celsius. Namun jika reforestasi oleh Indonesia dilakukan sesuai dengan skenario yang ada, perubahan suhu udara global hanya mencapai rata-rata 5,6 derajat celsius.
Jika dikonversikan dengan biaya, program reforestasi Indonesia berpotensi menyelamatkan Produk Domestik Bruto (PDB) dunia sebesar US$ 940 miliar sampai US$ 1.890 miliar. Menurut Armi, penelitian yang melahirkan permodelan iklim tersebut didasarkan atas beberapa asumsi, seperti tidak terjadinya perubahan tata guna lahan di dalam dan luar negeri.
Penting
Sementara itu, Juru Bicara Ikatan Alumni ITB DKI Jakarta, Aulia Prima Kurniawan menyatakan hutan Indonesia memegang peranan sangat penting dalam siklus karbon dunia. Hutan mampu menyimpan karbon dalam jumlah besar dalam berbagai vegetasi dan tanah. Pertukaran karbon dengan atmosfer, kata Aulia, terjadi melalui proses fotosintesis dan respirasi. Tetapi hutan pun dapat menjadi sumber karbon bagi atmosfer ketika hutan rusak, baik karena ulah manusia, seperti prosedur panen yang salah, penebangan liar dan konversi hutan dengan cara pembersihan dan pembakaran tanaman hutan, maupun kejadian alam, seperti kebakaran hutan.
Saat ini Indonesia merupakan negara kedua dengan jumlah hutan tropis terluas di dunia, setelah Brasil. Jumlah luas areal hutan di Indonesia pada tahun 2005 mencapai 93,92 juta hektare.
Jika dibandingkan dengan luasan hutan tahun 1985 maka terjadi penurunan luasan hutan sebesar 25,78 juta hektare, dengan laju penurunan sebesar rata-rata 1,37 persen per tahun pada periode 1985 sampai 1997 dan 3,22 persen per tahun pada periode 1997 sampai 2005.
"Berdasarkan penelitian laju kehilangan hutan di Indonesia mencapai 17 persen dari tahun 1985 sampai 1997 atau setara dengan 1,64 juta hektare per tahun," tuturnya. [E-7]

http://www.suarapembaruan.com/News/2007/12/12/Lingkung/ling01.htm

About Pemanasan Global

Pemanasan Global adalah meningkatnya suhu rata-rata permukaan bumi akibat peningkatan jumlah emisi Gas Rumah Kaca di atmosfer. Atau ada juga yang menyebutkan bahwa pemanasan global adalah proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan Bumi.

Sadarkah Anda jika bumi kita kian hari terasa makin panas? Ternyata dalam 100 tahun terakhir, suhu bumi telah meningkat sekitar 0,7◦C. Prediksi IPCC, Panel Ahli tentang Perubahan Iklim, pada tahun 2100 suhu rata-rata bumi akan meningkat hingga 5,8◦C. Sementara menurut para ahli, jika kenaikan suhu rata-rata pada tahun 2100 melebihi 2◦C dari suhu rata-rata tahun 1900, maka akan terjadi kepunahan banyak spesies.

Ketika suhu terus meningkat, berbagai spesies dan ekosistem dibumi akan terancam kepunahan, dan pada akhirnya mengancam keberlangsungan kehidupan di bumi. Musim semakin tidak pasti, badai semakin besar, ledakan penyakit dipastikan akan meningkat seiring dengan naiknya suhu bumi. Jutaan rumah dan pesisir tenggelam. Sementara penguapan akan meningkat dan menimbulkan kekeringan yang memicu kegagalan panen yang mengakibatkan kelaparan di mana-mana.

“Sebagian besar ekosistem tidak akan mampu beradaptasi dengan pemanasan global,” jelas Eka Melisa, Direktur Perubahan Iklim dan Energi WWF-Indonesia. Skenario yang disusun Jurnal Nature (2004), menunjukkan dampak kenaikan temperatur terhadap spesies: jika kenaikan mencapai 0.8-1.7 °C (scenario rendah) , 9-13% spesies akan punah, saat kenaikannya mencapai 1.8 - 2.0 °C (skenario menengah), dan ketika suhu meningkat hingga 15-20% (skenario tinggi) kepunahan spesies mencapai 21-32%.