Jumat, 18 April 2008


Pameran Mobil “Global Warming” di Bali

OlehGatot Irawan
Jakarta – Pada Konferensi PBB tentang Perubahan Iklim/United Nations Frameworks for Climate Change Conference (UNFCCC) yang akan digelar di Nusa Dua, Bali pada 3 – 14 Desember 2007 ada pameran otomotif diikuti ATPM mobil.
Mereka memboyong berbagai produknya yang ramah lingkungan untuk dipamerkan pada ”Clean Air, Clean Fuel, Clean Vehicles,” program pendukung dari Gaikindo (Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia).
Salah satu peserta, PT Krama Yudha Tiga Berlian Motors (KTB) yang mengageni Mitsubishi di Indonesia memboyong mobil listrik i MiEV dan truk hibrida Canter Eco Hybrid yang akan dipamerkan di Bali Collection, tempat umum terbuka yang berlokasi di Nusa Dua, Bali.
Beberapa ATPM lain juga berpartisipasi dengan mempersembahkan teknologi serta kendaraan yang memiliki karakteristik ramah lingkungan. Masalah lingkungan harus dipikirkan oleh seluruh pihak, dan industri otomotif termasuk salah satu pihak yang harus bertanggung jawab untuk memikirkan solusi atas masalah ini.
”Pencegahan terhadap polusi lingkungan, pemanasan global, dan krisis bahan bakar fosil di mana produsen harus memikirkan energi alternatif untuk secara bertahap mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil,” papar Fumio Kuwayama, Presiden Direktur KTB, di sela acara paparan keikutsertaan KTB di Bali, Selasa (27/11) di Jakarta. Menurutnya, energi alternatif ini tidak hanya menjadi solusi pengganti bahan bakar fosil namun secara bersamaan juga mengatasi semakin parahnya kerusakan lingkungan hidup. ”Kami menyadari akan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan hidup dan ingin menunjukkan kepada masyarakat bahwa masih terdapat teknologi ramah lingkungan yang dapat diaplikasikan pada kendaraan bermotor yang dapat membantu menjadikan dunia tempat yang lebih baik untuk hidup,” imbuhnya.
Acara ini, tambahnya, menjadi tempat yang tepat untuk menunjukkan teknologi termutakhir dari dua principle office KTB, yaitu Mitsubishi Motor Corporation (MMC) dan Mitsubishi Fuso Truck & Bus Corporation (MFTBC) dengan menunjukkan dua kendaraan ramah lingkungan dan efisien yaitu i MiEV dari MMC dan Canter Eco Hybrid dari MFTBC.
i MiEV
i MiEV (Mitsubishi innovative Electric Vehicle) adalah kendaraan bertenaga listrik penuh (fully electric) yang merupakan pengembangan dari desain unik ”i”(diluncurkan di pasar domestik Jepang pada Januari 2006) dengan tujuan mengurangi emisi CO2 dan sebagai kendaraan alternatif yang tidak bergantung pada bahan bakar fosil.
Sejak November 2006, MMC telah melakukan riset kerja sama dengan perusahaan-perusahaanlistrik di Jepang dengan mengirimkan tiga unit i MiEV kepada tiga perusahaan listrik di Jepang yaitu: Tokyo Electric Power Co., The Chugoku Electric Power Co. Inc and Kyushu Electric Power Co. Inc.Perusahaan-perusahaan ini mengevaluasi dan menganalisa kemampuan praktis dan kompatibilitas isi ulang yang cepat (quick charge) dari kendaraan listrik ini, yang akan membantu pengembangan kendaraan-kendaraan tersebut lebih lanjut dan juga pengembangan infrastruktur bagi keamanan dan kenyamanan dalam menggunakan kendaraan listrik. Di tahun mendatang, MMC merencakanan untuk mengirimkan lebih banyak i MiEV kepada lebih banyak perusahaan listrik untuk mendapatkan hasil riset yang lebih cepat sehingga dapat mewujudkan komersialisasi i MiEV pada 2010.
Huruf ”i” di depan kata MiEV adalah kependekan dari ”innovation”, maka ”i MiEV” memiliki 4 (empat) inovasi yang menyertainya yaitu: kemasan yang optimal; batere Lithium-ion berkapasitas tinggi;motor kecil efisiensi tinggi; dan tiga sistem ssi ulang. i MiEV yang menggunakan platform rear-midship layout dari kendaraan mini ”i,” Kendaraan ini mengganti mesin konvensional, transmisi dan tangki bahan bakar dengan sistem baterai lithium-ion, motor, inverter dan komponen kendaraan listrik lainnya.Wheelbase (sumbu roda) yang panjang, fitur dari layout rear-midship menyediakan ruangan yang cukup bagi pemasangan baterai lithium-ion berkapasitas tinggi di bawah lantai kendaraan. Hal ini juga memungkinkan penempatan motor dan inverter di bagian yang biasanya merupakan tempat di mana mesin dan transmisi konvensional berada. Kabinnya memastikan tersedianya ruang yang cukup lega bagi para penumpangnya (dengan kapasitas 4 penumpang) dan juga bagasi yang cukup memadai di bagian belakang. Pemasangan baterai dibawah lantai kendaraan membuat pusat gravitasi mobil ini menjadi rendah sehingga menghasilkan dinamika berkendara yang lebih stabil.Baterai pada kendaraan listrik harus memiliki kepadatan energi yang tinggi, dan ”i MiEV” menggunakan baterai Lithium-ion yang berkapasitas tinggi. Satu modul terdiri dari empat sel, sedangkan seperangkat baterai terdiri dari 22 modul. Berkat struktur dari unit baterai tersebut yang memungkinkan pemasangan dalam posisi vertikal ataupun melintang, maka tiap perangkat baterai berkapasitas tinggi tersebut dapat dipasang secara pas di bawah lantai kendaraan.Motor berefisiensi tinggi dapat dibuat lebih kecil daripada mesin berbahan baker bensin, namun tetap menghasilkan daya puntir yang tinggi pada pergerakan yang rendah. Motor ”permanent magnet synchronous” dari i MiEV yang kecil, ringan, sangat efisien memberikan kesan berkendara lebih sporty dan lebih tidak berisik serta lebih bertenaga dibandingkan mesin 660 cc turbo charge berbahan bakar bensin yang dimiliki oleh ”i”.i MiEV memiliki tiga cara pengisian baterai: sistem pengisian cara rumah tangga/household system(100V, 200V) untuk pengisian di rumah atau tempat parkir dan sistem pengisian ”quick-charger” bagi keperluan yang mendesak/cepat. Dengan sistem pengisian cara rumah tangga/biasa, listik ”i MiEV” dapat diisi dengan menggunakan daya 100V maupun 200V seperti biasa melalui steker charger yang terdapat pada sisi kanan kendaraan. Sedangkan sistem ”quick-charger” dapat dilakukan dengan menggunakan steker yang terletak pada sisi sebelah kiri kendaraan. n


Copyright © Sinar Harapan 2003

Produk LIPI untuk mengatasi masalah lingkungan

PEMBUATAN DAN FORMULASI POLIBLEN PESICORN PLASTIK RAMAH LINGKUNGAN

Deskripsi
Telah ditemukan suatu proses pembuatan dan formulasi poliblen pesicorn, yaitu plastik yang dapat terurai secara alami oleh mikroorganisme dalam tanah . Bahan ini dimaksudkan sebagai salah satu alternatif mengatasi masalah sampah plastik yang merusak lingkungan, di samping alternatif lain seperti daur ulang, pemakaian kembali dan insinerasi.

Kegunaan
Untuk membuat poliblen pesicorn plastik yang dapat terurai oleh mikroorganisme, yang dapat digunakan sebagai bahan kantong belanja, berbagai macam pengemas.

Keuntungan teknis/ekonomis
Formula dan proses pembuatannya sederhana, sehingga dapat menekan biaya produksi bahan jenis ini dengan demikian memungkinkan bahan ini diproduksi oleh industri untuk digunakan secara luas, sebagai pengganti bahan kantong plastik atau pengemas yang sukar terurai, dan bagi keperluan pertanian.
Bahan baku sangat mudah diperoleh di pasaran, sehingga tidak akan kesulitan penyediaan bahan untuk produk skala besar
Produk ini aman untuk pengemas makanan karena tidak mengandung zat beracun
Aman dalam pemrosesan karena bahan yang digunakan tidak corrosive

Status Teknologi
Paten (terdaftar), Skala Prototipe
Alih Teknologi
Kerjasama Riset, Kontrak Riset
Aplikasi Industri
Industri plastik
Klien
-
Peneliti
Dr. Wiwik Sringatin Subowo, APU; dkk
Kontak
Pusat Penelitian FisikaKompleks LIPI Jl. Cisitu Bandung 40135Telp. 022-2503052Fax. 022-2503050


www.inovasi.lipi.go.id

Tips Mengurangi Polusi Akibat Bahan Bakar

Kita pasti sering lewat kota. Jika kita sedang di kota, kita pasti sering terkena lampu merah. Di situ kita lihat banyak sekali kendaraan yang pastinya berhenti. Tetapi sayangnya ada yang mereka lupakan, yaitu mereka banyak membuang-buang bahan bakar yang sebagian besar itu adalah bahan bakar fosil yang tentunya kita tahu apa yang sedang terjadi pada bahan bakar itu. Selain itu, banyaknya kendaraan yang berhenti itu pasti juga mengeluarkan polusi yang dapat mengancam bumi kita termasuk kita sendiri.
Untuk itu aku punya tips nih! Walaupun ngga' terlalu OK, tapi mungkin bisa ngurangin apa yang terjadi di lampu merah itu. Gini tips-nya :
Matikan kendaraan waktu di lampu merah.
Tapi jangan asal mematikan kendaraan di lampu merah. Lihat-lihat dulu apakah sudah mau hijau apa belum. kalau sudah mau hijau ya sebaiknya ga' usah dimatikan aja. Oleh karena itu, tips ini disarankan kalau kita berada di traffic light yang ada timer-nya supaya kita bisa tahu kapan kita harus mematikan dan kapan kita harus menghidupkan lagi mesinnya.
Memang, kalau kita pikir tips ini kurang begitu banyak effeknya. Tetapi itu kalau hanya untuk 1 kendaraan bermotor. Tips ini mungkin bisa sukses jika banyak yang melakukannya. Sekarang kita hitung jika semua melakukannya. Rumusnya gini :
T = j x w x n
T = Total bahan bakar yang dibuang atau dihemat ( bahan bakar yang dibuat = bahan bakar yang dibuang)
j = Jumlah kendaraan yang ada di lapu merah (pasti sangat banyak, selain itu beda kendaraan beda yang dikeluarkan, makin besar makin banyak)
w = lama waktu lampu merah
n = jumlah lampu merah dalam sehari (berapa kali lampu merah menyala dalam sehari)
Itu hanya untuk sehari. Berapa kalau setahun, sepuluh tahun, lima puluh tahun, dst.
Masalahnya lagi, jumlah polusi berbanding lirus dengan jumlah bahan bakar yang dibuang. Semakin banyak yang dibuang senakin banyak pula solusinya.
Mungkin hanya ini tips dariku, semoga ada manfaatnya.
SELAMAT MENCOBA !!!

Minggu, 13 April 2008

Peduli Banjir & Global Warming Erhalogy Kembangkan Teknik Biopori

teknik biopori


Sampah rumah tangga yang selama ini disia-siakan pengelolaannya dan menjadi salah satu penyebab terjadinya banjir besar di kota Jakarta, dapat dikendalikan, bahkan bisa menjadi kompos sehingga lingkungan akan menjadi lebih hijau, bersih, indah, nyaman dan aman.

Kepedulian PT Erhalogy , produk perawatan kesehatan kulit untuk wanita dan pria, ternyata tidak saja peduli dengan masalah kesehatan kulit, namun juga memiliki komitmen untuk ikut ambil bagian dalam mengatasi berbagai masalah yang dihadapi masyarakat sekitar.

Contohnya terhadap dampak negatif dari global warming terhadap alam dan lingkungan hidup. Bukti kepedulian sosial tersebut,ditunjukkan oleh Erhalogy dengan menggandeng Tim dari Departemen Arsitektur Lanskap-Faperta IPB untuk melakukan Penerapan Teknik Biopori di Pekarangan Perkampungan Budaya Betawi, Setu Babakan Jakarta.

Melalui penerapan lubang resapan dengan teknik Biopori ini, dapat dilakukan konservasi air, sehingga air dapat disimpan di dalam tanah. Diharapkan pada musim kemarau tidak terjadi kekeringan dan sebaliknya di musim hujan tidak banjir. Lebih jauh lagi, sam
pah rumah tangga yang selama ini disia-siakan pengelolaannya dan seringkali menjadi salah satu penyebab terjadinya banjir besar di kota Jakarta, dapat dikendalikan, bahkan bisa menjadi kompos sehingga lingkungan akan menjadi lebih hijau, bersih, indah, nyaman dan aman.

Biopori ini sendiri ditemukan serta diperkenalkan oleh
Ir. Kamir Raziudin Brata, MS. dari Institut Pertanian Bogor.

Biopori diciptakan untuk mengolah sampah rumah tangga yang berbentuk bahan organik menjadi kompos dengan cara yang sangat sederhana. Hanya dengan memendamnya dalam lubang tanah yang digali di pekarangan rumah!

Selain mengatasi masalah sampah, teknologi ini dapat memperbaiki struktur dan aerasi tanah, serta drainase lahan. Sehingga ketika turun hujan sebagian air dapat meresap ke dalam tanah melalui lubang-lubang Biopori, yang bisa mengatasi masalah banjir.
lubang biopori berisi cacing

lubang biopori berisi cacing
”Teknik Biopori memiliki berbagai keuntungan. Antara lain, sampah organik yang terkumpul di dalam lubang Biopori akan menjadi kompos setelah 3 sampai 4 minggu dalam tanah bila ditambah dengan larutan effective microorganism (EM),” ujar Dr. Tati Budiarti, anggota Tim dari Departemen Arsitektur Lanskap - Faperta IPB kepada rileks.com, Sabtu, 17/11-2007, di pekarangan Perkampungan Budaya Betawi, Setu Babakan Jakarta.

Hasil kompos tersebut tak hanya bisa digunakan untuk menyuburkan tanah pekarangan rumah namun bisa juga dipasarkan sehingga memberikan kontribusi pada pendapatan keluarga.

”Sebagai brand yang selama ini sangat peduli dengan masalah kesehatan kulit pada wanita dan pria, Erhalogy juga tidak menutup mata dengan masalah yang dihadapi masyarakat sekitar. Terutama menyangkut masalah lingkungan hidup seperti global warming," tutur
Djoko Kurniawan, Brand & CRM Manager - Erhalogy, kepada rileks.com .

Erhalogy juga memahami bahwa akibat efek pemanasan global tersebut masyarakat akan mengalami berbagai masalah yang cukup serius. Mulai dari kekeringan, banjir, hingga suhu yang makin memanas yang nantinya akan berdampak negatif pada kulit dan tubuh seseorang. Itu sebabnya Erhalogy merasa terpanggil untuk memberikan solusi pada masyarakat melalui kegiatan penerapan teknik Biopori ini,lanjut Djoko Kurniawan.

”Dana untuk kegiatan ini kami kumpulkan dari lelang foto dalam pameran yang yang bertajuk Ageposure - Aging Through The Eyes of 5 Photographers yang telah kami lakukan beberapa bulan lalu di Jakarta dan Bandung.”

Sketsa penampang lubang resapan

Sketsa penampang lubang resapan



Program pertama ini akan berjalan di Jakarta selama 4 bulan, yang secara beriringan dilaksanakan pula di Kampung Sirnagalih dan Kampung Pagentongan, Kelurahan Loji, kota Bogor. Sehingga secara bertahap kontribusi Erhalogy dalam mengatasi masalah lingkungan dan global warming dapat dirasakan oleh masyarakat yang cukup luas.
”Program ini diharapkan bisa berlangsung lancar sehingga bisa membuka wawasan kita semua bahwa melalui teknologi yang sederhana tetapi sangat inovatif, bisa memberikan kontribusi besar bagi penanganan masalah lingkungan. Bukan tidak mungkin, kita bisa membantu pemerintah dalam mengatasi masalah banjir yang kerap mengkhawatirkan warga Jakarta." Sebagai brand yang menawarkan solusi bagi perawatan kesehatan kulit wanita dan pria Indonesia, Erhalogy sendiri, aku Djoko, akan terus mempertahankan komitmennya untuk mencari hal-hal yang inovatif agar dapat memberikan yang terbaik dan terbaru bagi para konsumen loyalnya. (lily)

www.rileks.com/ragam

Musim Panas 2040, Tidak Ada Es di Perairan Kutub Utara

http://www.kompas.co.id/photos/IPTEK/luases.jpg
Simulasi model iklim menunjukkan, pada musim panas 2040, hanya perairan di sekitar pantai utara Greenland dan Kanada yang dilapisi es.


Wilayah Kutub Utara bakal kehilangan seluruh daratan esnya mulai musim panas tahun 2040 jika pemanasan global tak dapat ditekan. Kemungkinan ini jauh lebih cepat dari perkiraan sebelumnya.

Bulan lalu, perairan yang dilapisi es di Kutub Utara hanya seluas dua juta kilometer persegi atau seluas Alaska. Ini di bawah luas rata-rata perairan beku di puncak musim panas dan tercatat dalam urutan keempat terbawah selama 29 tahun pengamatan melalui satelit.

Dengan membuat simulasi model iklim global, para peneliti Universitas Washington dan Universitas McGill bisa menganalisis pengaruh pemanasan global terhadap lautan beku di sekitar kutub. Hasil perhitungan yang dimuat dalam Geophysical Research Letters edisi 12 Desember menunjukkan, jika tingkat pelepasan emisi gas-gas rumah kaca tetap setinggi sekarang, es nyaris tak ditemukan lagi di wilayah Kutub Utara pada September 2040.

Pada sebuah simulasi diperlihatkan bahwa luas daratan es pada bulan September telah mengalami penurunan dari 5,9 juta kilometer persegi menjadi 1,9 kilometer persegi hanya dalam waktu sepuluh tahun. Pada puncak musim panas tahun 2040, es hanya ditemukan di sebagian kecil wilayah Greenland dan Kanada serta tidak ada es di perairan Kutub Utara.

Tebal lapisan es di permukaan laut saat itu juga hanya sekitar 0,9 meter. Sebagai pembanding, tebal lapisan es di permukaan perairan Kutub Utara saat puncak musim panas sekarang sekitar 3,6 meter.

Model iklim yang dibuat sebelumnya memprediksi hilangnya es di Kutub Utara baru akan terjadi pada 2060. Penelitian lainnya juga menghasilkan gambaran bahwa es hanya akan ditemui keberadaannya di Kutub Utara hingga tahun 2105 karena pemanasan global.

Emisi gas rumah kaca menyebabkan pemanasan global sehingga es di Kutub Utara makin berkurang. Karena es mencair, perairan lebih luas dan menyerap panas lebih banyak. Hal inilah yang makin mempercepat pencairan es di perairan Kutub Utara.

"Perubahan tersebut benar-benar sangat cepat. Kita telah kehilangan banyak daratan es, namun selama beberapa dekade ke depan es mencair jauh lebih cepat," kata Marika Holland, salah satu peneliti dari National Center for Atmospheric Research (NCAR) Universitas Washington yang mempresentasikan temuannya pada Pertemuan Perhimpunan Geofisika Amerika.

Meski demikian, Kutub Utara masih punya peluang bertahan dari kondisi seburuk itu. Simulasi dengan tingkat emisi yang lebih rendah hanya menyebabkan proses pencairan yang lebih lambat. "Masyarakat masih bisa meminimalisasi pengaruh pada es perairan Kutub Utara," ujar Holland.

indoforum.org
Global Warming 2007, Tahun Terpanas Kedua di Bumi

Email This Post Print This Post
By ivie • Jan 23rd, 2008 at 10:08 am • Category: Bumi, News

Menurut para ahli klimatologi di NASA, tahun 2007 merupakan tahun kedua terpanas pada abad ini, bersaing dengan tahun 1998. Dan diperkirakan kecil kemungkinan tahun 2008 akan menjadi tahun dengan rata-rata temperatur global yang berbeda. Dengan adanya erupsi vulkanik, kemungkinan yang terjadi rekor temperatur global tahun ini akan melampaui temperatur rata-rata di tahun 2005 dalam beberapa tahun ke depan, saat El Nino berikutnya terjadi sebagai akibat trend pemanasan global yang terus meningkat akibat gas rumah kaca.

Grafik temperatur permukaan global tahunan relatif terhadap temperatur rata-rata tahun 1951-1980. Data udara dan lautan dari stasiun cuaca, kapal, dan satelit. Titik tahun 2007 merupakan anomali di bulan ke 11. Kredit gambar: GISSGrafik temperatur permukaan global tahunan relatif terhadap temperatur rata-rata tahun 1951-1980. Data udara dan lautan dari stasiun cuaca, kapal, dan satelit. Titik tahun 2007 merupakan anomali di bulan ke 11. Kredit gambar: GISS

Pemanasan terbesar pada tahun 2007 terjadi di Artik dan daerah sekitarnya yang memiliki lintang tinggi. Pemanasan global sendiri memiliki efek yang sangat besar di area kutub dengan menghilangnya salju dan memicu peningkatan air terbuka (lautan) yang menyerap lebih banyak cahaya dan panas matahari. Salju dan es memantulkan cahaya matahari, nah saat mereka menghilang maka menghilang pula kemampuan mereka untuk mengalihkan panas matahari. Anomali paling besar di Artik pada tahun 2007 konsisten dengan rekaman geografi terhadap lautan es Artik di bulan September 2007.

Anomali temperatur thn 2007 relatif terhadap temperatur rata-rata tahun 1951-1980. Area yang panas berwarna merah, yang lebih dingin berwarna biru. Peningkatan terbesar terjadi di belahan utara. Kredit gambar: GISS



Menurut direktur NASA Goddard Institute for Space Studies (GISS), James Hansen, keadaan tahun 2007 yang lebih panas dari tahun 2006 memang sudah diprediksikan sebelumnya. Keadaan ini meneruskan tren efek pemanasan yang semakin kuat selama 30 tahun terakhir dan diperkirakan berasal dari efek peningkatan gas rumah kaca yang dihasilkan manusia.

sumber : NASA

langitselatan.com
PBB: Gletser di Dunia Mencair Lebih Cepat



Tingkat penyusutan gletser-gletser saat ini mencetak rekor paling buruk dan dikhawatirkan banyak gletser yang akan menghilang dalam waktu beberapa dekade, ungkap Program Lingkungan PBB (UNEP), Minggu (16/3).

Para ilmuwan yang meneliti kondisi hampir 30 gletser di seluruh dunia menemukan bahwa tingkat mencairnya es mencapai rekor paling buruk pada 2006, sebut badan PBB tersebut.

UNEP memperingatkan, jika es terus mencair dikhawatirkan dapat menimbulkan dampak dramatis khususnya di India, sebab banyak sungai-sungai di sana disokong oleh gletser Himalaya.

Pesisir barat Amerika Utara yang sebagian besar pasokan airnya berasal dari gletser-gletser di kawasan pegunungan seperti pegunungan Rocky dan Sierra Nevada juga terpengaruh.

“Banyak masalah yang muncul akibat perubahan iklim,” ungkap direktur eksekutif UNEP Achim Steiner dalam sebuah pernyataan. “Gletser mungkin menjadi salah satu masalah yang paling mengkhawatirkan dan penting untuk diperhatikan.”

Ia mendesak komunitas internasional untuk memperketat sasaran pengurangan emisi di sebuah pertemuan internasional tahun depan di ibukota Denmark, Copenhagen.

Menurut data terakhir, rata-rata gletser menyusut hingga 4,9 kaki pada 2006.

Penyusutan paling parah terjadi di gletser Breidalblikkbrea, Norwegia, yang menyusut 10,2 kaki. Sementara gletser Echaurren Norte di Chili menjadi satu-satunya gletser yang bertambah tebal.

“Data tersebut merupakan bagian dari suatu tren yang tampaknya tidak akan berakhir dalam waktu dekat ini,” jelas Wilfried Haeberli, direktur Dinas Pengawasan Gletser Dunia basis Zurich yang melakukan studi tersebut.

Haeberli memaparkan, gletser-gletser di dunia rata-rata menyusut sekitar satu kaki setiap tahunnya antara 1980 hingga 1999. Namun sejak pergantian milenium tingkat penyusutan rata-rata meningkat hingga sekitar 20 inchi.

www.harian-global.com


Pemanasan Global dan Respon Indonesia


Pemanasan global adalah nyata adanya dan sedang terjadi saat ini. Menjadi salah satu negara yang akan terkena dampak pemanasan global, Indonesia didesak untuk bergerak bersama-sama untuk menanggulangi bahaya dari dampak tersebut.

Tahun ini IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change) atau panel ilmiah tentang perubahan iklim mengeluarkan laporan dari tiga kelompok kerja. Laporan tersebut secara jelas melaporkan “tidak ada keraguan akan masalah perubahan iklim; memastikan bukti-bukti dari perubahan iklim dengan yakin; skala dan percepatan dari dampaknya terhadap kehidupan manusia dan ekosistem akan sangat tinggi; menghindari perubahan iklim ekstrem dapat dilakukan dengan bantuan teknologi dan ekonomi namun waktu untuk bertindak tidak banyak”

Dengan menggunakan model dari IPCC, Indonesia akan mengalami kenaikan dari temperatur rata-rata dari 0.1 sampai 0.3ºC per dekade. Kenaikan suhu ini akan berdampak pada iklim yang mempengaruhi manusia dan lingkungan sekitarnya, seperti kenaikan permukaan air laut dan kenaikan intensitas dan frekuensi dari hujan, badai tropis, serta kekeringan.

Dari kenaikan permukaan air laut dari 8-30 cm, sebagai negara kepulauan, 2000 pulau-pulau Indonesia diramalkan akan tenggelam atau hilang. Kehilangan pulau-pulau tersebut merupakan ancaman dari batas dan keamanan negara. Seperti yang dilaporkan oleh WGII (Working Group II-Kelompok Kerja II), kenaikan permukaan air laut akan mengakibatkan 30 juta orang yang hidup di ekosistem pantai mengungsi dan Indonesia akan mengalami kerugian yang sangat besar.

Hujan akan diprediksikan menjadi lebih sering dengan intensitas curah hujan yang tinggi. Pergeseran musim tersebut akan menjadi ancaman terbesar bagi sektor pertanian di Pulau Jawa dan Bali, penyebab turunnya 7-18% produksi beras.

Perubahan pola iklim akan menambah daftar panjang ancaman bagi Indonesia, seperti banjir, tanah longsor, kekeringan, serta badai tropis. Menurut Badan Penanggulangan Bencana Nasional Indonesia, dalam kurun waktu 2003-2005 bencana alam yang terkait dengan cuaca mencapai 1,429 kasus atau 53.3% dari total bencana alam yang terjadi di Indonesia.

Di lain pihak, ketika musim kering melanda, bangsa ini menghadapi kemungkinan kekeringan yang berkepanjangan, untuk sektor kehutanan titik api akan semakin parah. Pada bulan September 2006 sendiri tercatat 26,561 titik api yang merupakan angka tertinggi sejak Agustus 1997 ketika sepanjang tahun 1997 tersebut tercatat “hanya” 37,938 titik api.

Tantangan buat Indonesia sekarang adalah memiliki mekanisme yang responsif untuk mengatasi masalah perubahan iklim secara tepat dan efektif. Tindakan pencegahan di level nasional dan lokal perlu dilaksanakan segera bersama-sama dengan inisiatif Internasional.

Sebagai negara yang meratifikasi Konvensi Perubahan Iklim (UNFCCC) pada tahun 1994 dan Protokol Kyoto pada tahun 2004 yang diadopsi oleh UU no 17/2004, Indonesia telah melangkah beberapa langkah dalam mengatasi masalah perubahan iklim ini.

Sebuah contoh penting adalah dibentuknya institusi nasional untuk mengatur Mekanisme Pembangunan Bersih (MPB). MPB dapat mengurangi emisi negara ini sampai 23-24 ton per tahun jika difungsikan secara efektif dan fungsional (berdasarkan studi strategi nasional 2001/02 untuk menganalisis pengurangan emisi gas rumah kaca dari sektor energi dan sektor kehutanan).

Namun bagi Indonesia masih diperlukan strategi yang implementatif dan tindakan yang nyata di beberapa sektor penting, karena kenyataannya sekarang belum ada koodinasi antar sektor yang komprehensif untuk selaras dengan Konvensi Perubahan Iklim dalam mengatasi masalah tersebut.

Sebagai salah satu negara yang rentan akan perubahan iklim ekstrem, Indonesia perlu melakukan pengkajian dan pemetaan akan kerentanan dan adaptasi dari perubahan iklim agar tercipta penanganan yang efektif untuk masalah tersebut.

Berikutnya adalah kebutuhan mendesak untuk mengarusutamakan strategi adaptasi bagi strategi pembangunan dan perencanaan pembangunan di sektor lokal maupun nasional. Tanpa prencanaan ini Indonesia akan mengalami kegagalan dalam pembangunan yang diakibatkan oleh bencana lingkungan.

Di bagian mitigasi, Indonesia perlu mendesak negara-negara maju untuk memangkas emisi gas rumah kaca mereka jika masyarakat global ingin tetap berada di bawah kenaikan 2ºC, di mana Bumi masih akan mampu beradaptasi dari kenaikan temperatur tersebut.

Kelompok Kerja III dari IPCC menyatakan bahwa PDB (Pendapatan Domestik Bruto) akan dipotong 0.12% agar level CO2 dunia dapat bertahan di bawah level paling rendah sampai tahun 2030 sedangkan diperkirakan total keseluruhannya sekitar 3% sampai tahun yang sama. Dalam reviewnya, Sir Nicholas Stern mengingatkan kembali bahwa dunia akan mengeluarkan 5-20% dari PDB-nya dan bahkan lebih besar ketika tidak ada tindakan yang dilakukan dari sekarang untuk mencegah perubahan iklim ekstrim.

Untuk Indonesia, ‘sumbangsih’ emisi gas rumah kaca dalam negri semakin besar, terutama emisi dari sektor deforestasi termasuk konversi lahan gambut dan hutan serta kebakaran hutan jika semuanya dimasukkan hitungan. Oleh karena itu beberapa organisasi di Indonesia meyakini bahwa kita adalah penyumbang emisi gas rumah kaca ketiga terbesar di dunia.

Namun demikian terbuka lebar kesempatan bagi Indonesia dan negara-negara pemilik hutan lainnya untuk berkontribusi secara positif dalam mengurangi emisi di sektor kehutanan. Konvensi Perubahan Iklim yang akan digelar di Bali Desember 2007 direncanakan untuk membahas mekanisme insentif REDD (Reducing Emission from Deforestation in Developing Countries) yang akan diberikan kepada negara-negara Non-Annex I yang menjaga hutannya.

Indonesia memiliki kesempatan baik untuk membawa posisi yang kuat bagi mekanisme insentif REDD dengan menciptakan pengukuran dan kebijakan untuk mengurangi dan memonitor laju deforestasi. Indonesia juga perlu mendesak negosiasi dengan kelompok-kelompok negara lain agar mendapatkan dukungan di sisi REDD.

Jika langkah-langkah adaptasi dan pengurangan emisi dari sektor kehutanan dapat dipersiapakan dan diimplementasikan dengan serius maka dapat menjadi sinyal positif bagi masyarakat bahwa Bangsa Indonesia siap menghadapi kemungkinan terburuk dari perubahan iklim.

* Fitrian Ardiansyah (Program Director of Climate & Energy, WWF-Indonesia)

www.wwf.or.id