Jumat, 01 Agustus 2008
Sekilas Elisa UGM
UGM menjadi satu-satunya universitas di ASEAN penerima “HP Technology for Teaching Grant 2007” berkat pengembangan E-learning System for Academic Community (ELISA-UGM). UGM terpilih setelah menyisihkan 300 universitas di Asia Pasifik. Semoga dengan berhasilnya UGM ini bisa memacu PT lain untuk terus meningkatkan kualitas pembelajarannya dan menjadikan Indonesia lebih maju di bidang pendidikan.
OpenSource for E-learning
Untuk mengimplementasikan produk-produk software e-learning tentunya dibutuhkan investasi dan biaya yang tidak kecil. Komponen investasi terbesar pada umumnya pada kepemilikan lisensi software-software e-learning yang dibutuhkan, baik sistem operasi, aplikasi LMS maupun software authoring. Untuk itu, salah satu alternatifnya adalah dengan memanfaatkan software Open Source.
Dibidang LMS, ada beberapa produk open source yang telah dikembangkan antara lain A-LMS, Anemalab, Forel E-Learning LMS, OLMS, ILIAS, dll.
Di bidang authoring, dapat dimanfaatkan beberapa program di platform Linux seperti : DrawSWF, OpenOffice Impress, dll
Pendukung Implementasi E-learning
- Learning Management System (LMS)
Learning Management System (LMS) berfungsi untuk menyimpan, mengelola dan mendistribusikan berbagai materi pelatihan, tes yang telah dibuat. Untuk memberikan kemudahan, LMS dilengkapi dengan katalog on-line sehingga pembelajar dapat mengakses, memilih dan menjalankan berbagai materi pelatihan yang ada. LMS mampu mencatat log atau tracking aktivitas setiap pembelajar yang memanfaatkan e-learning.
Beberapa pengembang LMS di dunia antara lain :
Web-CT, BlackBoard, Plateau, Saba, dll
- Software E-Learning Authoring
Software authoring adalah software yang digunakan untuk menyusun materi, test, presentasi, simulasi, web content, dll, dengan gaya yang lebih interaktif dan profesional dengan cara menggabungkan berbagai content multimedia.
Beberapa pengembang software e-learning authoring tool di dunia antara lain :
Microsoft (Powerpoint, Producer, Frontpage), Macromedia (Authorware, Breeze, Dreamweaver, Adobe ( Premiere), Click2Learn , Allen , KnowledgePresenter, Lectora Publisher , Quest ,,ToolBook II Instructor, ReadyGo!, MindFlash , dll
Rabu, 23 Juli 2008
Wikipedia : satu dari kemudahan belajar online
Masalah Penerapan E-learning di Indonesia
Ada beberapa masalah yang menyebabkan belum semuanya bisa merasakan e-learning ini :
Banyak orang atau instansi-instansi pendidikan belum bisa menggunakan sistem pembelajaran ini karena masalah biaya. Dari membeli peralatan sampai pengoperasiannya.
Internet mahal
Untuk menggunakan internet masih membutuhkan biaya yang kurang bisa dijangkau oleh semua pihak.
Belum tersedianya hotspot di semua instansi pendidikan
Untuk alasan tertentu, seperti biaya memang belum banyak instansi-instansi pendidikan yang bisa menyediakan hotspot.
Sarana yang dibutuhkan untuk menggunakan e-learning ini di beberapa tempat belum mencukupi sehingga menjadi kendala bagi terlaksananya e-learning di Indonesia.
SDM di sini meliputi pengajar dan siswa/mahasiswa. Masih banyak pengajar, terutama pengajar yang lama belum bisa menggunakan e-learning dalam pembelajaran karena mereka memang belum pernah mengenal apa itu e-learning dan karena sudah lamanya mereka menggunakan sistem klasik ini. Dari siswa/mahasiswanya pun masih banyak yang belum bisa menggunakan e-learning secara maksimal. Hal itu karena mereka masih menggunakan cara klasik yang diajarkan oleh guru mereka sebelumnya.
Belum banyak instansi-instansi pendidikan di Indonesia yang berbasis e-learning, sehingga banyak juga yang belum bisa merasakan e-learning ini.
Ide-ide untuk Solusi Masalah E-learning di Indonesia
Untuk masalah pengadaan media untuk pelaksanaan e-learning seperti PC, laptop, LCD, dll, sebaiknya pemerintah menyediakan dana untuk sekolah-sekolah atau perguruan tinggi-perguruan tinggi yang membutuhkan dana untuk pengadaan media untuk e-learning.
Untuk masalah SDM, sudah seharusnya pemerintah atau instansi-instansi pendidikan mengadakan sosialisasi tentang e-learning. Untuk pengajar, bisa dilakukan diklat mengenai penggunaan e-learning dalam pembelajaran, sehingga staf pengajar sudah siap untuk melaksanakan sistem baru ini. Untuk siswa, seharusnya mereka dikenalkan dengan e-learning sejak dini, agar besok di jenjang yang lebih tinggi sudah terbiasa dengan sistem ini.
Anggaran 20% untuk pendidikan segera dilaksanakan. Kalau bisa lebih tinggi, itu lebih baik. Karena anggaran yang semakin besar untuk pendidikan, berbanding lurus dengan kualitas pendidikan. Semakin tersedia sarana dan prasarana pendidikan, semakin baik kualitas pendidikan.
Pemerintah bisa juga membuat kesepakatan dengan negara lain untuk dimintai bantuan. Terutama negara-negara yang sudah berhasil dalam pelaksanaan e-learning. Karena kesuksesan negara-negara tersebut dapat kita contoh untuk menyukseskan pelaksanaan e-learning di Indonesia.
Manfaat E-learning Bagi Pembelajaran
Jika kita menggunakan sistem pembelajaran berbasis e-learning, kita akan lebih mudah untuk mencari dan mendapatkan materi atau info. Tinggal ketik apa yang kita cari, tunggu sebentar, kita langsung dapat materinya.
Bisa mendapatkan materi yang lebih banyak
Kita bisa mendapatkan banyak sekali materi, tidak hanya dari dalam negeri, bahkan kita bisa mencari materi yang berasal dari luar negeri yang tentunya akan menambah wawasan bagi kita dan juga bisa untuk meningkatkan hasil belajar kita.
Pembelajaran lebih efektif dan efisien waktu dan tenaga
Jika ada tugas, kita bisa mencari bahan yang kita butuhkan dengan cepat. Tidak harus ke sana ke mari untuk mendapatkan bahan yang kita butuhkan. Tinggal duduk di depan komputer atau laptop, lalu cari yang kita butuhkan. Setelah itu, susun tugasnya dan selesai!!!
Dapat berinteraksi langsung dengan siapapun
Seorang mahasiswa bisa saja bertanya pada temannya materi apa yang diajarkan hari ini atau tugas apa yang diberikan, jika hari itu dia tidak bisa berangkat karena suatu alasan. Dia juga bisa bertanya langsung pada dosennya apa materi yang diajarkan tadi atau tugas apa yang diberikannya. Dalam berinteraksi, dia bisa menggunakan media tulisan. Dia mengetik apa yang akan dibicarakan atau ditanyakan kemudian dikirim ke alamat yang dituju. Dia juga bisa berinteraksi langsung, bisa bertatap muka dan berbicara langsung dengan orang yang diajak bicara. Karena kemajuan teknologi, sekarang hal itu bisa terjadi dengan alat yang bernama webcam.
Mahasiswa bisa melihat jadwal atau tugas yang diberikan oleh dosennya yang sudah di upload. Jadi, mahasiswa sudah tahu apa yang akan dilakukan hari ini dan dapat mempersiapkannya lebih awal.
Dan masih banyak lagi manfaat-manfaat lain.
Perpustakaan Online : salah satu manfaat internet
E-book : Guru Baru yang Tak Pernah Marah
Jumat, 18 April 2008
Pameran Mobil “Global Warming” di Bali
OlehGatot Irawan
Copyright © Sinar Harapan 2003
Produk LIPI untuk mengatasi masalah lingkungan
Deskripsi
Telah ditemukan suatu proses pembuatan dan formulasi poliblen pesicorn, yaitu plastik yang dapat terurai secara alami oleh mikroorganisme dalam tanah . Bahan ini dimaksudkan sebagai salah satu alternatif mengatasi masalah sampah plastik yang merusak lingkungan, di samping alternatif lain seperti daur ulang, pemakaian kembali dan insinerasi.
Kegunaan
Untuk membuat poliblen pesicorn plastik yang dapat terurai oleh mikroorganisme, yang dapat digunakan sebagai bahan kantong belanja, berbagai macam pengemas.
Keuntungan teknis/ekonomis
Formula dan proses pembuatannya sederhana, sehingga dapat menekan biaya produksi bahan jenis ini dengan demikian memungkinkan bahan ini diproduksi oleh industri untuk digunakan secara luas, sebagai pengganti bahan kantong plastik atau pengemas yang sukar terurai, dan bagi keperluan pertanian.
Bahan baku sangat mudah diperoleh di pasaran, sehingga tidak akan kesulitan penyediaan bahan untuk produk skala besar
Produk ini aman untuk pengemas makanan karena tidak mengandung zat beracun
Aman dalam pemrosesan karena bahan yang digunakan tidak corrosive
Status Teknologi
Paten (terdaftar), Skala Prototipe
Alih Teknologi
Kerjasama Riset, Kontrak Riset
Aplikasi Industri
Industri plastik
Klien
-
Peneliti
Dr. Wiwik Sringatin Subowo, APU; dkk
Kontak
Pusat Penelitian FisikaKompleks LIPI Jl. Cisitu Bandung 40135Telp. 022-2503052Fax. 022-2503050
www.inovasi.lipi.go.id
Tips Mengurangi Polusi Akibat Bahan Bakar
Minggu, 13 April 2008
Peduli Banjir & Global Warming Erhalogy Kembangkan Teknik Biopori
Kepedulian PT Erhalogy , produk perawatan kesehatan kulit untuk wanita dan pria, ternyata tidak saja peduli dengan masalah kesehatan kulit, namun juga memiliki komitmen untuk ikut ambil bagian dalam mengatasi berbagai masalah yang dihadapi masyarakat sekitar.
Contohnya terhadap dampak negatif dari global warming terhadap alam dan lingkungan hidup. Bukti kepedulian sosial tersebut,ditunjukkan oleh Erhalogy dengan menggandeng Tim dari Departemen Arsitektur Lanskap-Faperta IPB untuk melakukan Penerapan Teknik Biopori di Pekarangan Perkampungan Budaya Betawi, Setu Babakan Jakarta.
Melalui penerapan lubang resapan dengan teknik Biopori ini, dapat dilakukan konservasi air, sehingga air dapat disimpan di dalam tanah. Diharapkan pada musim kemarau tidak terjadi kekeringan dan sebaliknya di musim hujan tidak banjir. Lebih jauh lagi, sampah rumah tangga yang selama ini disia-siakan pengelolaannya dan seringkali menjadi salah satu penyebab terjadinya banjir besar di kota Jakarta, dapat dikendalikan, bahkan bisa menjadi kompos sehingga lingkungan akan menjadi lebih hijau, bersih, indah, nyaman dan aman.
Biopori ini sendiri ditemukan serta diperkenalkan oleh Ir. Kamir Raziudin Brata, MS. dari Institut Pertanian Bogor.
Biopori diciptakan untuk mengolah sampah rumah tangga yang berbentuk bahan organik menjadi kompos dengan cara yang sangat sederhana. Hanya dengan memendamnya dalam lubang tanah yang digali di pekarangan rumah!
Selain mengatasi masalah sampah, teknologi ini dapat memperbaiki struktur dan aerasi tanah, serta drainase lahan. Sehingga ketika turun hujan sebagian air dapat meresap ke dalam tanah melalui lubang-lubang Biopori, yang bisa mengatasi masalah banjir.
Hasil kompos tersebut tak hanya bisa digunakan untuk menyuburkan tanah pekarangan rumah namun bisa juga dipasarkan sehingga memberikan kontribusi pada pendapatan keluarga.
”Sebagai brand yang selama ini sangat peduli dengan masalah kesehatan kulit pada wanita dan pria, Erhalogy juga tidak menutup mata dengan masalah yang dihadapi masyarakat sekitar. Terutama menyangkut masalah lingkungan hidup seperti global warming," tutur Djoko Kurniawan, Brand & CRM Manager - Erhalogy, kepada rileks.com .
Erhalogy juga memahami bahwa akibat efek pemanasan global tersebut masyarakat akan mengalami berbagai masalah yang cukup serius. Mulai dari kekeringan, banjir, hingga suhu yang makin memanas yang nantinya akan berdampak negatif pada kulit dan tubuh seseorang. Itu sebabnya Erhalogy merasa terpanggil untuk memberikan solusi pada masyarakat melalui kegiatan penerapan teknik Biopori ini,lanjut Djoko Kurniawan.
”Dana untuk kegiatan ini kami kumpulkan dari lelang foto dalam pameran yang yang bertajuk Ageposure - Aging Through The Eyes of 5 Photographers yang telah kami lakukan beberapa bulan lalu di Jakarta dan Bandung.”
Sketsa penampang lubang resapan |
Program pertama ini akan berjalan di Jakarta selama 4 bulan, yang secara beriringan dilaksanakan pula di Kampung Sirnagalih dan Kampung Pagentongan, Kelurahan Loji, kota Bogor. Sehingga secara bertahap kontribusi Erhalogy dalam mengatasi masalah lingkungan dan global warming dapat dirasakan oleh masyarakat yang cukup luas. ”Program ini diharapkan bisa berlangsung lancar sehingga bisa membuka wawasan kita semua bahwa melalui teknologi yang sederhana tetapi sangat inovatif, bisa memberikan kontribusi besar bagi penanganan masalah lingkungan. Bukan tidak mungkin, kita bisa membantu pemerintah dalam mengatasi masalah banjir yang kerap mengkhawatirkan warga Jakarta." Sebagai brand yang menawarkan solusi bagi perawatan kesehatan kulit wanita dan pria Indonesia, Erhalogy sendiri, aku Djoko, akan terus mempertahankan komitmennya untuk mencari hal-hal yang inovatif agar dapat memberikan yang terbaik dan terbaru bagi para konsumen loyalnya. (lily)
www.rileks.com/ragam
http://www.kompas.co.id/photos/IPTEK/luases.jpg
Simulasi model iklim menunjukkan, pada musim panas 2040, hanya perairan di sekitar pantai utara Greenland dan Kanada yang dilapisi es.
Wilayah Kutub Utara bakal kehilangan seluruh daratan esnya mulai musim panas tahun 2040 jika pemanasan global tak dapat ditekan. Kemungkinan ini jauh lebih cepat dari perkiraan sebelumnya.
Bulan lalu, perairan yang dilapisi es di Kutub Utara hanya seluas dua juta kilometer persegi atau seluas Alaska. Ini di bawah luas rata-rata perairan beku di puncak musim panas dan tercatat dalam urutan keempat terbawah selama 29 tahun pengamatan melalui satelit.
Dengan membuat simulasi model iklim global, para peneliti Universitas Washington dan Universitas McGill bisa menganalisis pengaruh pemanasan global terhadap lautan beku di sekitar kutub. Hasil perhitungan yang dimuat dalam Geophysical Research Letters edisi 12 Desember menunjukkan, jika tingkat pelepasan emisi gas-gas rumah kaca tetap setinggi sekarang, es nyaris tak ditemukan lagi di wilayah Kutub Utara pada September 2040.
Pada sebuah simulasi diperlihatkan bahwa luas daratan es pada bulan September telah mengalami penurunan dari 5,9 juta kilometer persegi menjadi 1,9 kilometer persegi hanya dalam waktu sepuluh tahun. Pada puncak musim panas tahun 2040, es hanya ditemukan di sebagian kecil wilayah Greenland dan Kanada serta tidak ada es di perairan Kutub Utara.
Tebal lapisan es di permukaan laut saat itu juga hanya sekitar 0,9 meter. Sebagai pembanding, tebal lapisan es di permukaan perairan Kutub Utara saat puncak musim panas sekarang sekitar 3,6 meter.
Model iklim yang dibuat sebelumnya memprediksi hilangnya es di Kutub Utara baru akan terjadi pada 2060. Penelitian lainnya juga menghasilkan gambaran bahwa es hanya akan ditemui keberadaannya di Kutub Utara hingga tahun 2105 karena pemanasan global.
Emisi gas rumah kaca menyebabkan pemanasan global sehingga es di Kutub Utara makin berkurang. Karena es mencair, perairan lebih luas dan menyerap panas lebih banyak. Hal inilah yang makin mempercepat pencairan es di perairan Kutub Utara.
"Perubahan tersebut benar-benar sangat cepat. Kita telah kehilangan banyak daratan es, namun selama beberapa dekade ke depan es mencair jauh lebih cepat," kata Marika Holland, salah satu peneliti dari National Center for Atmospheric Research (NCAR) Universitas Washington yang mempresentasikan temuannya pada Pertemuan Perhimpunan Geofisika Amerika.
Meski demikian, Kutub Utara masih punya peluang bertahan dari kondisi seburuk itu. Simulasi dengan tingkat emisi yang lebih rendah hanya menyebabkan proses pencairan yang lebih lambat. "Masyarakat masih bisa meminimalisasi pengaruh pada es perairan Kutub Utara," ujar Holland.
indoforum.org
By ivie • Jan 23rd, 2008 at 10:08 am • Category: Bumi, News
Menurut para ahli klimatologi di NASA, tahun 2007 merupakan tahun kedua terpanas pada abad ini, bersaing dengan tahun 1998. Dan diperkirakan kecil kemungkinan tahun 2008 akan menjadi tahun dengan rata-rata temperatur global yang berbeda. Dengan adanya erupsi vulkanik, kemungkinan yang terjadi rekor temperatur global tahun ini akan melampaui temperatur rata-rata di tahun 2005 dalam beberapa tahun ke depan, saat El Nino berikutnya terjadi sebagai akibat trend pemanasan global yang terus meningkat akibat gas rumah kaca.
Pemanasan terbesar pada tahun 2007 terjadi di Artik dan daerah sekitarnya yang memiliki lintang tinggi. Pemanasan global sendiri memiliki efek yang sangat besar di area kutub dengan menghilangnya salju dan memicu peningkatan air terbuka (lautan) yang menyerap lebih banyak cahaya dan panas matahari. Salju dan es memantulkan cahaya matahari, nah saat mereka menghilang maka menghilang pula kemampuan mereka untuk mengalihkan panas matahari. Anomali paling besar di Artik pada tahun 2007 konsisten dengan rekaman geografi terhadap lautan es Artik di bulan September 2007.
Menurut direktur NASA Goddard Institute for Space Studies (GISS), James Hansen, keadaan tahun 2007 yang lebih panas dari tahun 2006 memang sudah diprediksikan sebelumnya. Keadaan ini meneruskan tren efek pemanasan yang semakin kuat selama 30 tahun terakhir dan diperkirakan berasal dari efek peningkatan gas rumah kaca yang dihasilkan manusia.
langitselatan.com
Tingkat penyusutan gletser-gletser saat ini mencetak rekor paling buruk dan dikhawatirkan banyak gletser yang akan menghilang dalam waktu beberapa dekade, ungkap Program Lingkungan PBB (UNEP), Minggu (16/3).
Para ilmuwan yang meneliti kondisi hampir 30 gletser di seluruh dunia menemukan bahwa tingkat mencairnya es mencapai rekor paling buruk pada 2006, sebut badan PBB tersebut.
UNEP memperingatkan, jika es terus mencair dikhawatirkan dapat menimbulkan dampak dramatis khususnya di India, sebab banyak sungai-sungai di sana disokong oleh gletser Himalaya.
Pesisir barat Amerika Utara yang sebagian besar pasokan airnya berasal dari gletser-gletser di kawasan pegunungan seperti pegunungan Rocky dan Sierra Nevada juga terpengaruh.
“Banyak masalah yang muncul akibat perubahan iklim,” ungkap direktur eksekutif UNEP Achim Steiner dalam sebuah pernyataan. “Gletser mungkin menjadi salah satu masalah yang paling mengkhawatirkan dan penting untuk diperhatikan.”
Ia mendesak komunitas internasional untuk memperketat sasaran pengurangan emisi di sebuah pertemuan internasional tahun depan di ibukota Denmark, Copenhagen.
Menurut data terakhir, rata-rata gletser menyusut hingga 4,9 kaki pada 2006.
Penyusutan paling parah terjadi di gletser Breidalblikkbrea, Norwegia, yang menyusut 10,2 kaki. Sementara gletser Echaurren Norte di Chili menjadi satu-satunya gletser yang bertambah tebal.
“Data tersebut merupakan bagian dari suatu tren yang tampaknya tidak akan berakhir dalam waktu dekat ini,” jelas Wilfried Haeberli, direktur Dinas Pengawasan Gletser Dunia basis Zurich yang melakukan studi tersebut.
Haeberli memaparkan, gletser-gletser di dunia rata-rata menyusut sekitar satu kaki setiap tahunnya antara 1980 hingga 1999. Namun sejak pergantian milenium tingkat penyusutan rata-rata meningkat hingga sekitar 20 inchi.
www.harian-global.com
Tahun ini IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change) atau panel ilmiah tentang perubahan iklim mengeluarkan laporan dari tiga kelompok kerja. Laporan tersebut secara jelas melaporkan “tidak ada keraguan akan masalah perubahan iklim; memastikan bukti-bukti dari perubahan iklim dengan yakin; skala dan percepatan dari dampaknya terhadap kehidupan manusia dan ekosistem akan sangat tinggi; menghindari perubahan iklim ekstrem dapat dilakukan dengan bantuan teknologi dan ekonomi namun waktu untuk bertindak tidak banyak”
Dengan menggunakan model dari IPCC, Indonesia akan mengalami kenaikan dari temperatur rata-rata dari 0.1 sampai 0.3ºC per dekade. Kenaikan suhu ini akan berdampak pada iklim yang mempengaruhi manusia dan lingkungan sekitarnya, seperti kenaikan permukaan air laut dan kenaikan intensitas dan frekuensi dari hujan, badai tropis, serta kekeringan.
Dari kenaikan permukaan air laut dari 8-30 cm, sebagai negara kepulauan, 2000 pulau-pulau Indonesia diramalkan akan tenggelam atau hilang. Kehilangan pulau-pulau tersebut merupakan ancaman dari batas dan keamanan negara. Seperti yang dilaporkan oleh WGII (Working Group II-Kelompok Kerja II), kenaikan permukaan air laut akan mengakibatkan 30 juta orang yang hidup di ekosistem pantai mengungsi dan Indonesia akan mengalami kerugian yang sangat besar.
Hujan akan diprediksikan menjadi lebih sering dengan intensitas curah hujan yang tinggi. Pergeseran musim tersebut akan menjadi ancaman terbesar bagi sektor pertanian di Pulau Jawa dan Bali, penyebab turunnya 7-18% produksi beras.
Perubahan pola iklim akan menambah daftar panjang ancaman bagi Indonesia, seperti banjir, tanah longsor, kekeringan, serta badai tropis. Menurut Badan Penanggulangan Bencana Nasional Indonesia, dalam kurun waktu 2003-2005 bencana alam yang terkait dengan cuaca mencapai 1,429 kasus atau 53.3% dari total bencana alam yang terjadi di Indonesia.
Di lain pihak, ketika musim kering melanda, bangsa ini menghadapi kemungkinan kekeringan yang berkepanjangan, untuk sektor kehutanan titik api akan semakin parah. Pada bulan September 2006 sendiri tercatat 26,561 titik api yang merupakan angka tertinggi sejak Agustus 1997 ketika sepanjang tahun 1997 tersebut tercatat “hanya” 37,938 titik api.
Tantangan buat Indonesia sekarang adalah memiliki mekanisme yang responsif untuk mengatasi masalah perubahan iklim secara tepat dan efektif. Tindakan pencegahan di level nasional dan lokal perlu dilaksanakan segera bersama-sama dengan inisiatif Internasional.
Sebagai negara yang meratifikasi Konvensi Perubahan Iklim (UNFCCC) pada tahun 1994 dan Protokol Kyoto pada tahun 2004 yang diadopsi oleh UU no 17/2004, Indonesia telah melangkah beberapa langkah dalam mengatasi masalah perubahan iklim ini.
Sebuah contoh penting adalah dibentuknya institusi nasional untuk mengatur Mekanisme Pembangunan Bersih (MPB). MPB dapat mengurangi emisi negara ini sampai 23-24 ton per tahun jika difungsikan secara efektif dan fungsional (berdasarkan studi strategi nasional 2001/02 untuk menganalisis pengurangan emisi gas rumah kaca dari sektor energi dan sektor kehutanan).
Namun bagi Indonesia masih diperlukan strategi yang implementatif dan tindakan yang nyata di beberapa sektor penting, karena kenyataannya sekarang belum ada koodinasi antar sektor yang komprehensif untuk selaras dengan Konvensi Perubahan Iklim dalam mengatasi masalah tersebut.
Sebagai salah satu negara yang rentan akan perubahan iklim ekstrem, Indonesia perlu melakukan pengkajian dan pemetaan akan kerentanan dan adaptasi dari perubahan iklim agar tercipta penanganan yang efektif untuk masalah tersebut.
Berikutnya adalah kebutuhan mendesak untuk mengarusutamakan strategi adaptasi bagi strategi pembangunan dan perencanaan pembangunan di sektor lokal maupun nasional. Tanpa prencanaan ini Indonesia akan mengalami kegagalan dalam pembangunan yang diakibatkan oleh bencana lingkungan.
Di bagian mitigasi, Indonesia perlu mendesak negara-negara maju untuk memangkas emisi gas rumah kaca mereka jika masyarakat global ingin tetap berada di bawah kenaikan 2ºC, di mana Bumi masih akan mampu beradaptasi dari kenaikan temperatur tersebut.
Kelompok Kerja III dari IPCC menyatakan bahwa PDB (Pendapatan Domestik Bruto) akan dipotong 0.12% agar level CO2 dunia dapat bertahan di bawah level paling rendah sampai tahun 2030 sedangkan diperkirakan total keseluruhannya sekitar 3% sampai tahun yang sama. Dalam reviewnya, Sir Nicholas Stern mengingatkan kembali bahwa dunia akan mengeluarkan 5-20% dari PDB-nya dan bahkan lebih besar ketika tidak ada tindakan yang dilakukan dari sekarang untuk mencegah perubahan iklim ekstrim.
Untuk Indonesia, ‘sumbangsih’ emisi gas rumah kaca dalam negri semakin besar, terutama emisi dari sektor deforestasi termasuk konversi lahan gambut dan hutan serta kebakaran hutan jika semuanya dimasukkan hitungan. Oleh karena itu beberapa organisasi di Indonesia meyakini bahwa kita adalah penyumbang emisi gas rumah kaca ketiga terbesar di dunia.
Namun demikian terbuka lebar kesempatan bagi Indonesia dan negara-negara pemilik hutan lainnya untuk berkontribusi secara positif dalam mengurangi emisi di sektor kehutanan. Konvensi Perubahan Iklim yang akan digelar di Bali Desember 2007 direncanakan untuk membahas mekanisme insentif REDD (Reducing Emission from Deforestation in Developing Countries) yang akan diberikan kepada negara-negara Non-Annex I yang menjaga hutannya.
Indonesia memiliki kesempatan baik untuk membawa posisi yang kuat bagi mekanisme insentif REDD dengan menciptakan pengukuran dan kebijakan untuk mengurangi dan memonitor laju deforestasi. Indonesia juga perlu mendesak negosiasi dengan kelompok-kelompok negara lain agar mendapatkan dukungan di sisi REDD.
Jika langkah-langkah adaptasi dan pengurangan emisi dari sektor kehutanan dapat dipersiapakan dan diimplementasikan dengan serius maka dapat menjadi sinyal positif bagi masyarakat bahwa Bangsa Indonesia siap menghadapi kemungkinan terburuk dari perubahan iklim.
* Fitrian Ardiansyah (Program Director of Climate & Energy, WWF-Indonesia)
www.wwf.or.id
Senin, 17 Maret 2008
Polar Story
“Cucuku, sekarang kita hidup di zaman yang semakin sulit. Dulu tempat tinggal kita terbentang sangat luas di kutub. Dua puluh enam tahun lalu, tempat tinggal kita 40 % lebih luas dari sekarang. Dari segi makanan, sekarang juga semakin susah dibanding dulu. Tingginya temperatur permukaan laut tempat kita menghabiskan musim dingin menyebabkan banyak makanan kita berkurang seperti ikan cumi-cumi, udang dan makanan yang lain
Menurut penelitian, wilayah kutub utara bakal kehilangan seluruh daratan esnya mulai musim panas tahun 2040 jika pemanasan global tak dapat ditekan
Bulan lalu, perairan yang dilapisi es di Kutub Utara hanya seluas dua juta kilometer persegi atau seluas Alaska. Ini di bawah luas rata-rata perairan beku di puncak musim panas dan tercatat dalam urutan keempat terbawah selama 29 tahun pengamatan melalui satelit.Dengan membuat simulasi model iklim global, para peneliti Universitas Washington dan Universitas McGill bisa menganalisis pengaruh pemanasan global terhadap lautan beku di sekitar kutub. Hasil perhitungan yang dimuat dalam Geophysical Research Letters edisi 12 Desember menunjukkan, jika tingkat pelepasan emisi gas-gas rumah kaca tetap setinggi sekarang, es nyaris tak ditemukan lagi di wilayah Kutub Utara pada September 2040.Pada sebuah simulasi diperlihatkan bahwa luas daratan es pada bulan September telah mengalami penurunan dari 5,9 juta kilometer persegi menjadi 1,9 kilometer persegi hanya dalam waktu sepuluh tahun. Pada puncak musim panas tahun 2040, es hanya ditemukan di sebagian kecil wilayah Greenland dan Kanada serta tidak ada es di perairan Kutub Utara.Tebal lapisan es di permukaan laut saat itu juga hanya sekitar 0,9 meter. Sebagai pembanding, tebal lapisan es di permukaan perairan Kutub Utara saat puncak musim panas sekarang sekitar 3,6 meter.Model iklim yang dibuat sebelumnya memprediksi hilangnya es di Kutub Utara baru akan terjadi pada 2060. Penelitian lainnya juga menghasilkan gambaran bahwa es hanya akan ditemui keberadaannya di Kutub Utara hingga tahun 2105 karena pemanasan global.Emisi gas rumah kaca menyebabkan pemanasan global sehingga es di Kutub Utara makin berkurang. Karena es mencair, perairan lebih luas dan menyerap panas lebih banyak. Hal inilah yang makin mempercepat pencairan es di perairan Kutub Utara..
Saat ini banyak 4 spesies dari saudara kita terancam punah :
1. Penguin chinstrap di beberapa koloni berkurang sebanyak 30-66 persen dan membuat penguin muda makin sulit untuk bertahan hidup.
2. Cerita yang sama juga terjadi pada Penguin Gentoo yang sangat tergantung dari stok udang yang terlalu banyak diambil manusia.
3. Penguin Emperor, penguin terbesar di dunia juga sudah semakin berkurang ukurannya sejak setengah abad lalu. Suhu musim dingin yang lebih hangat membuat penguin ini harus bertahan dalam area es yang lebih tipis. Sudah sejak lama, lautan es mencair lebih dini sehingga banyak telur tak bisa bertahan untuk segera menetas dan menjadi penguin Emperor.
4. Sementara itu di pantai barat laut Semenanjung Antartika, pemanasan terjadi paling dramatis. Populasi penguin Adelie sudah turun 65 persen melewati 25 tahun terakhir. "Tidak hanya karena makanan yang semakin jarang karena hilangnya lautan es, tetapi karena sepupunya penguin Chinstrap dan Gentoo yang menyukai panas menginvasi area ini," kata Reynolds.
Sekian
Apakah kalian mau semua itu terjadi ?
Kamis, 28 Februari 2008
true story 1
Dulu keluargaku menggunakan kompor minyak untuk berbagai kegiatan terutama saat masak, entah itu masak makanan, air, atau yang lain.
Pada suatu hari kaluargaku ditawari biogas oleh pamanku. Langsung saja kami menyetujuinya. Biogas milik pamanku berasal dari kotoran sapi peliharaannya yang berjumlah 10 ekor. Karena banyaknya sapi dan persediaan biogas, biogas milik pamanku bisa digunakan untuk empat rumah: rumah pamanku, rumahku, dan dua rumah tetanggakku. Itu pun sebenarnya masih kuat untuk beberapa rumah lagi.
Kompor yang dipakai untuk biogas di rumahku adalah kompor gas biasa yang kemudian diberi sedikit modifikasi di dalamnya agar bisa digunakan. Saat kompor biogas dihidupkan ternyata berbeda dengan kompor biasa.
Ada bebepara keleihan mengggunakan biogas :
1. Kita bisa menggunakan gas kapan saja tanpa harus mengeluarkan uang sedikitpum. Entah itu buat masak atau untuk kegiatan yang lain.
2. Api dari biogas tidak meninggalkan berkas hitam (angus). Jadi peralatan masak yang digunakan tetap bersih dan tidak perlu khawatir kotor.
3. Biogas tidak mengeluarkan asap seperti saat menggunakan kompor minyak. Biasanya, jika kita menggunakan kompor minyak, asap akan berwarna hitam kemudian mengotori atap atau dinding yang ada di atasnya. Berbeda jika kita menggunakan biogas. Dengan menggunakan biogas atap ataupun dinding yang berada di dekat kompor tidak akan kotor karena kompor biogas tidak mengeluarkan asap yang seperti itu.
4. Api dari biogas lebih besar daripada api kompor miyak, hampir seperti kompor gas (warna api dan kecepatannya), jadi masakan bisa lebih cepat matang.
5. Seringkali jika kita ingin melihat apakah masakan kita sudah matang atau belum, kita melihat masakan kita dari atas. Bila kita menggunakan kompor minyak, pasti mata kita akan terkena asap dari kompor minyak tersebut. Selain itu bau dari asap itu juga tidak sedap dan bikin sesak. Kalau kita menggunakan biogas, tidak akan terjadi demikian karena asap dari biogas tidak seperti asap dari kompor minyak.
6. Kita tidak perlu khawatir kehabisan bahan bakar untuk kompor kita. Minyak habis sekalipun kita tidak perlu khawatir. Banyak orang antre beli minyak, kita santai saja. Tinggal nunggu hewan ngeluarin kotorannya saja, pasti langsung ada lagi bahan bakar buat kompor kita. Yang penting hewannya diberi makan.
7. Kita bisa menghemat minyak untuk keperluan yang lain.
8. Limbah biogas mengandung unsur-unsur yang dibutuhkan oleh tanaman, jadi bisa digunakan sebagai pupuk organik. Tetangga saya pernah bercerita kalau tanaman yang dipupuk dengan biogas dapat tumbuh dengan sangat subur.
Biogas
Biogas adalah gas yang dihasilkan dari zat-zat organik (namanya saja biogas) yang dapat digunakan sebagai bahan bakar alternatif. Biasanya dalam pembuatan biogas digunakan kotoran dan urine dari hewan ternak, tetapi dimungkinkan juga memasukkan limbah organik seperti limbah tahu, tempe, dan yang lainnya ke dalam tabung.
Bahan-bahan organik dimasukkan ke dalam ruangan kedap udara (digester) agar bakteri dapat membusukkan (memfermentasi) bahan-bahan tersebut yang kemudian dapat menghasilkkan gas (biogas). Setelah itu gas dapat dialirkan ke tabung penyimpanan gas atau juga bisa langsung digunakan. Komposisi gas dalam biogas mengandung :
Jenis Gas Volume (%)
Methana (CH4) 40 - 70
Karbondioksida (CO2) 30 - 60
Hidrogen (H2) 0 - 1
Hidrogen Sulfida (H2S) 0 - 3
Nilai kalori dari 1 meter kubik Biogas sekitar 6.000 watt jam yang setara dengan setengah liter minyak diesel. Oleh karena itu, biogas sangat cocok digunakan sebagai bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan pengganti minyak tanah, LPG, butana, batubara, maupun bahan-bahan lain yang berasal dari fosil.
Limbah biogas yaitu kotoran ternak yang telah hilang gasnya (slurry) dapat digunakan sebagai pupuk organic yang kaya akan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh tanaman. Bahkan, unsur-unsur tertentu seperti protein, selulose, lignin, dan lain-lain tidak bisa digantikan oleh pupuk kimia. Pupuk organik ini sudah dicoba pada beberapa tanaman dan hasilnya sangat baik.
Biogas memberikan solusi terhadap masalah penyediaan energi dengan murah dan tidak mencemari lingkungan. Rata-rata seekor lembu menghasilkan kotoran sebanyak 30 kg.
Kotoran akan terbawa oleh air masuk ke dalam tanah atau sungai yang kemudian mencemari air tanah dan air sungai. Kotoran lembu mengandung racun dan bakteri Colly yang membahayakan kesehatan manusia dan lingkungannya.Pembakaran bahan bakar fosil menghasilkan Karbon dioksida (CO2) yang ikut memberikan kontribusi bagi efek rumah kaca (green house effect) yang bermuara pada pemanasan global (global warming). Biogas memberikan perlawanan terhadap efek rumah kaca melalui 3 cara :
Kedua, Methana (CH4) yang dihasilkan secara alami oleh kotoran yang menumpuk merupakan gas penyumbang terbesar pada efek rumah kaca, bahkan lebih besar dibandingkan CO2. Pembakaran Methana pada Biogas mengubahnya menjadi CO2 sehingga mengurangi jumlah Methana di udara.
Ketiga, dengan lestarinya hutan, maka akan CO2 yang ada di udara akan diserap oleh hutan yang menghasilkan Oksigen yang melawan efek rumah kaca.
Dengan sedikit perubahan
Dampak pemanasan global
Para ilmuan menggunakan model komputer dari temperatur, pola presipitasi, dan sirkulasi atmosfer untuk mempelajari pemanasan global. Berdasarkan model tersebut, para ilmuan telah membuat beberapa prakiraan mengenai dampak pemanasan global terhadap cuaca, tinggi permukaan air laut, pantai, pertanian, kehidupan hewan liar dan kesehatan manusia.
Cuaca
Adalah kondisi harian gejala alam, seperti suhu, curah hujan, tekanan udara dan angin, yang terjadi dan berubah dalam waktu singkat. Contoh: cerah berawan, hujan badai, dll.
Para ilmuan memperkirakan bahwa selama pemanasan global, daerah bagian Utara dari belahan Bumi Utara (Northern Hemisphere) akan memanas lebih dari daerah-daerah lain di Bumi. Akibatnya, gunung-gunung es akan mencair dan daratan akan mengecil. Akan lebih sedikit es yang terapung di perairan Utara tersebut. Daerah-daerah yang sebelumnya mengalami salju ringan, mungkin tidak akan mengalaminya lagi. Pada pegunungan di daerah subtropis, bagian yang ditutupi salju akan semakin sedikit serta akan lebih cepat mencair. Musim tanam akan lebih panjang di beberapa area. Temperatur pada musim dingin dan malam hari akan cenderung untuk meningkat.
Daerah hangat akan menjadi lebih lembab karena lebih banyak air yang menguap dari lautan. Para ilmuan belum begitu yakin apakah kelembaban tersebut malah akan meningkatkan atau menurunkan pemanasan yang lebih jauh lagi. Hal ini disebabkan karena uap air merupakan gas rumah kaca, sehingga keberadaannya akan meningkatkan efek insulasi pada atmosfer. Akan tetapi, uap air yang lebih banyak juga akan membentuk awan yang lebih banyak, sehingga akan memantulkan cahaya matahari kembali ke angkasa luar, di mana hal ini akan menurunkan proses pemanasan (lihat siklus air). Kelembaban yang tinggi akan meningkatkan curah hujan, secara rata-rata, sekitar 1 persen untuk setiap derajat Fahrenheit pemanasan. (Curah hujan di seluruh dunia telah meningkat sebesar 1 persen dalam seratus tahun terakhir ini). Badai akan menjadi lebih sering. Selain itu, air akan lebih cepat menguap dari tanah. Akibatnya beberapa daerah akan menjadi lebih kering dari sebelumnya. Angin akan bertiup lebih kencang dan mungkin dengan pola yang berbeda. Topan badai (hurricane) yang memperoleh kekuatannya dari penguapan air, akan menjadi lebih besar. Berlawanan dengan pemanasan yang terjadi, beberapa periode yang sangat dingin mungkin akan terjadi. Pola cuaca menjadi tidak terprediksi dan lebih ekstrim.
Iklim
Adalah pola cuaca umum yang terjadi selama bertahun-tahun dalam jangka waktu panjang, antara 30-100 tahun. Contoh: iklim tropis, sub-tropis, iklim panas, iklim dingin.
Apa sajakah dampak-dampak Perubahan Iklim?
Pada tahun 2100, temperatur atmosfer akan meningkat 1.5 – 4.5 derajat Celcius, jika
pendekatan yang digunakan “melihat dan menunggu, tanpa melakukan apa-apa” (wait
and see, and do nothing)!
Dampak-dampak lainnya:
- Musnahnya berbagai jenis keanekrag aman hayati
- Meningkatnya frekuensi dan intensitas hujan badai, angin topan, dan banjir
- Mencairnya es dan glasier di kutub
- Meningkatnya jumlah tanah kering yang potensial menjadi gurun karena
kekeringan yang berkepanjangan
- Kenaikan permukaan laut hingga menyebabkan banjir yang luas. Pada tahun
2100 diperkirakan permukaan air laut naik hingga 15 - 95 cm.
- Kenaikan suhu air laut menyebabkan terjadinya pemutihan karang (coral
bleaching) dan kerusakan terumbu karang di seluruh dunia
- Meningkatnya frekuensi kebakaran hutan
- Menyebarnya penyakit-penyakit tropis, seperti malaria, ke daerah -daerah baru
karena bertambahnya populasi serangga (nyamuk)
- Daerah-daerah tertentu menjadi padat dan sesak karena terjadi arus
pengungsian.
Tinggi muka laut
Perubahan tinggi rata-rata muka laut diukur dari daerah dengan lingkungan yang stabil secara geologi.
Ketika atmosfer menghangat, lapisan permukaan lautan juga akan menghangat, sehingga volumenya akan membesar dan menaikkan tinggi permukaan laut. Pemanasan juga akan mencairkan banyak es di kutub, terutama sekitar Greenland, yang lebih memperbanyak volume air di laut. Tinggi muka laut di seluruh dunia telah meningkat 10 - 25 cm (4 - 10 inchi) selama abad ke-20, dan para ilmuan IPCC memprediksi peningkatan lebih lanjut 9 - 88 cm (4 - 35 inchi) pada abad ke-21.
Perubahan tinggi muka laut akan sangat mempengaruhi kehidupan di daerah pantai. Kenaikan 100 cm (40 inchi) akan menenggelamkan 6 persen daerah Belanda, 17,5 persen daerah Bangladesh, dan banyak pulau-pulau. Erosi dari tebing, pantai, dan bukit pasir akan meningkat. Ketika tinggi lautan mencapai muara sungai, banjir akibat air pasang akan meningkat di daratan. Negara-negara kaya akan menghabiskan dana yang sangat besar untuk melindungi daerah pantainya, sedangkan negara-negara miskin mungkin hanya dapat melakukan evakuasi dari daerah pantai.
Bahkan sedikit kenaikan tinggi muka laut akan sangat mempengaruhi ekosistem pantai. Kenaikan 50 cm (20 inchi) akan menenggelamkan separuh dari rawa-rawa pantai di Amerika Serikat. Rawa-rawa baru juga akan terbentuk, tetapi tidak di area perkotaan dan daerah yang sudah dibangun. Kenaikan muka laut ini akan menutupi sebagian besar dari Florida Everglades.
Pertanian
Orang mungkin beranggapan bahwa Bumi yang hangat akan menghasilkan lebih banyak makanan dari sebelumnya, tetapi hal ini sebenarnya tidak sama di beberapa tempat. Bagian Selatan Kanada, sebagai contoh, mungkin akan mendapat keuntungan dari lebih tingginya curah hujan dan lebih lamanya masa tanam. Di lain pihak, lahan pertanian tropis semi kering di beberapa bagian Afrika mungkin tidak dapat tumbuh. Daerah pertanian gurun yang menggunakan air irigasi dari gunung-gunung yang jauh dapat menderita jika snowpack (kumpulan salju) musim dingin, yang berfungsi sebagai reservoir alami, akan mencair sebelum puncak bulan-bulan masa tanam. Tanaman pangan dan hutan dapat mengalami serangan serangga dan penyakit yang lebih hebat.
Hewan dan tumbuhan
Hewan dan tumbuhan menjadi makhluk hidup yang sulit menghindar dari efek pemanasan ini karena sebagian besar lahan telah dikuasai manusia. Dalam pemanasan global, hewan cenderung untuk bermigrasi ke arah kutub atau ke atas pegunungan. Tumbuhan akan mengubah arah pertumbuhannya, mencari daerah baru karena habitat lamanya menjadi terlalu hangat. Akan tetapi, pembangunan manusia akan menghalangi perpindahan ini. Spesies-spesies yang bermigrasi ke utara atau selatan yang terhalangi oleh kota-kota atau lahan-lahan pertanian mungkin akan mati. Beberapa tipe spesies yang tidak mampu secara cepat berpindah menuju kutub mungkin juga akan musnah.
Kesehatan manusia
Di dunia yang hangat, para ilmuan memprediksi bahwa lebih banyak orang yang terkena penyakit atau meninggal karena stress panas. Wabah penyakit yang biasa ditemukan di daerah tropis, seperti penyakit yang diakibatkan nyamuk dan hewan pembawa penyakit lainnya, akan semakin meluas karena mereka dapat berpindah ke daerah yang sebelumnya terlalu dingin bagi mereka. Saat ini, 45 persen penduduk dunia tinggal di daerah di mana mereka dapat tergigit oleh nyamuk pembawa parasit malaria; persentase itu akan meningkat menjadi 60 persen jika temperature meningkat. Penyakit-penyakit tropis lainnya juga dapat menyebar seperti malaria, seperti demam dengue, demam kuning, dan encephalitis. Para ilmuan juga memprediksi meningkatnya insiden alergi dan penyakit pernafasan karena udara yang lebih hangat akan memperbanyak polutan, spora mold dan serbuk sari.
El Nino
El Nino adalah fenomena alami yang telah terjadi sejak berabad-abad yang lalu, walaupun tidak selalu dengan pola yang sama. Ia merupakan gelombang panas di garis ekuator Samudera Pasifik. Kini, El Nino muncul setiap 2 – 7 tahun, lebih kuat dan berkontribusi pada peningkatan temperatur bumi. Dampaknya dapat dirasakan di
seluruh dunia dan menunjukkan bahwa iklim di bumi benar -benar berhubungan. Para
ilmuwan menguji bagaimana Pemanasan Global yang diakibatkan oleh aktivitas manusia dapat mempengaruhi El Nino: akumulasi Gas Rumah Kaca di atmosfer “membantu” menyuntikkan panas ke Samudera Pasifik. Oleh karena itu, El Nino muncul lebih sering dan lebih ganas dari sebelumnya.
Bagi negara kepulauan seperti Indonesia, dampak pemanasan global merupakan ancaman yang sangat serius. Pada tahun 1997/1998, El Nino telah menyebabkan pemutihan karang secara luas di sejumlah wilayah seperti bagian timur Sumatera, Jawa, Bali dan Lombok.
Peristiwa El Nino juga mengakibatkan terbakarnya kawasan hutan yang hampir seluas 10 juta ha (FWI, 2001). Sementara 80% dari kejadian tersebut terjadi di lahan gambut. Padahal lahan gambut merupakan penyerap emisi karbon terbesar di dunia. Akibat peristiwa ini, sebanyak 0,81-2,57 gigaton karbon dilepaskan ke atmosfer. Dampak lainnya terjadi ledakan penyakit malaria di Jawa dan Bali meningkat hampir tiga kali lipat, sementara di luar Jawa dan Bali peningkatan kasus malaria meningkat hingga 60% dari 1998 ke 2000.
Penyebab Pemanasan Global
1.) Efek Rumah Kaca
Segala sumber energi yang terdapat di Bumi berasal dari Matahari. Sebagian besar energi tersebut dalam bentuk radiasi gelombang pendek, termasuk cahaya tampak. Ketika energi ini mengenai permukaan Bumi, ia berubah dari cahaya menjadi panas yang menghangatkan Bumi. Permukaan Bumi, akan menyerap sebagian panas dan memantulkan kembali sisanya. Sebagian dari panas ini sebagai radiasi infra merah gelombang panjang ke angkasa luar. Namun sebagian panas tetap terperangkap di atmosfer bumi akibat menumpuknya jumlah gas rumah kaca antara lain uap air, karbondioksida, dan metana yang menjadi perangkap gelombang radiasi ini. Gas-gas ini menyerap dan memantulkan kembali radiasi gelombang yang dipancarkan Bumi dan akibatnya panas tersebut akan tersimpan di permukaan Bumi. Hal tersebut terjadi berulang-ulang dan mengakibatkan suhu rata-rata tahunan bumi terus meningkat.
Apa sajakah yang termasuk dalam kelompok Gas Rumah Kaca?
Yang termasuk dalam kelompok Gas Rumah Kaca adalah karbondioksida (CO2), metana (CH4), dinitro oksida (N2O), hidrofluorokarbon (HFC), perfluorokarbon (PFC), sampai sulfur heksafluorida (SF6). Jenis GRK (Gas Rumah Kaca) yang memberikan sumbangan paling besar bagi emisi gas rumah kaca adalah karbondioksida, metana, dan dinitro oksida. Sebagian besar dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil (minyak bumi dan batu bara) di sector energi dan transport, penggundulan hutan , dan pertanian . Sementara, untuk gas rumah kac a lainnya (HFC, PFC, SF6 ) hanya menyumbang kurang dari 1% .
Gas-gas tersebut berfungsi sebagaimana kaca dalam rumah kaca. Dengan semakin meningkatnya konsentrasi gas-gas ini di atmosfer, semakin banyak panas yang terperangkap di bawahnya.
Sebenarnya, efek rumah kaca ini sangat dibutuhkan oleh segala makhluk hidup yang ada di bumi, karena tanpanya, planet ini akan menjadi sangat dingin. Dengan temperatur rata-rata sebesar 15 °C (59 °F), bumi sebenarnya telah lebih panas 33 °C (59 °F) dengan efek rumah kaca[3] (tanpanya suhu bumi hanya -18 °C sehingga es akan menutupi seluruh permukaan Bumi). Akan tetapi sebaliknya, akibat jumlah gas-gas tersebut telah berlebih di atmosfer, pemanasan global menjadi akibatnya.
Darimanakah emisi karbondioksida dihasilkan ?
Sumber-sumber emisi karbondioksida secara global dihasilkan dari pembakaran bahan
bakar fosil (minyak bumi dan batu bara):
- 36% dari industri energi (pembangkit listrik/kilang minyak, dll)
- 27% dari sektor transportasi
- 21% dari sektor industri
- 15% dari sektor rumah tangga & jasa
- 1% dari sektor lain -lain.
Apakah penghasil utama emisi karbondioksida?
Sumber utama penghasil emisi karbondioksida secara global ada 2 macam.
Pertama, pembangkit listrik bertenaga batubara. Pembangkit listrik ini membuang energi 2 kali lipat dari energi yang dihasilkan. Semisal, energi yang digunakan 100 unit, sementara energi yang dihasilkan 35 unit. Maka, energi yang terbuang adalah 65 unit! Setiap 1000 megawatt yang dihasilkan dari pembangkit listrik bertenaga batubara akan mengemisikan 5,6 juta ton karbondioksida per tahun!
Kedua, pembakaran kendaraan bermotor. Kendaraan yang mengonsumsi bahan bakar sebanyak 7,8 liter per 100 km dan menempuh jarak 16 ribu km, maka setiap tahunnya akan mengemisikan 3 ton karbondioksida ke udara! Bayangkan jika jumlah kendaraan bermotor di Jakarta lebih dari 4 juta kendaraan! Berapa ton karbondioksida yang masuk ke atmosfer per tahun?
2.) Efek umpan balik
Efek-efek dari agen penyebab pemanasan global juga dipengaruhi oleh berbagai proses umpan balik yang dihasilkannya. Sebagai contoh adalah pada penguapan air. Pada kasus pemanasan akibat bertambahnya gas-gas rumah kaca seperti CO2, pemanasan pada awalnya akan menyebabkan lebih banyaknya air yang menguap ke atmosfer. Karena uap air sendiri merupakan gas rumah kaca, pemanasan akan terus berlanjut dan menambah jumlah uap air di udara hingga tercapainya suatu kesetimbangan konsentrasi uap air. Efek rumah kaca yang dihasilkannya lebih besar bila dibandingkan oleh akibat gas CO2 sendiri. (Walaupun umpan balik ini meningkatkan kandungan air absolut di udara, kelembaban relatif udara hampir konstan atau bahkan agak menurun karena udara menjadi menghangat). Umpan balik ini hanya dapat dibalikkan secara perlahan-lahan karena CO2 memiliki usia yang panjang di atmosfer.
Efek-efek umpan balik karena pengaruh awan sedang menjadi objek penelitian saat ini. Bila dilihat dari bawah, awan akan memantulkan radiasi infra merah balik ke permukaan, sehingga akan meningkatkan efek pemanasan. Sebaliknya bila dilihat dari atas, awan tersebut akan memantulkan sinar Matahari dan radiasi infra merah ke angkasa, sehingga meningkatkan efek pendinginan. Apakah efek netto-nya pemanasan atau pendinginan tergantung pada beberapa detail-detail tertentu seperti tipe dan ketinggian awan tersebut. Detail-detail ini sulit direpresentasikan dalam model iklim, antara lain karena awan sangat kecil bila dibandingkan dengan jarak antara batas-batas komputasional dalam model iklim (sekitar 125 hingga 500 km untuk model yang digunakan dalam Laporan Pandangan IPCC ke Empat). Walaupun demikian, umpan balik awan berada pada peringkat dua bila dibandingkan dengan umpan balik uap air dan dianggap positif (menambah pemanasan) dalam semua model yang digunakan dalam Laporan Pandangan IPCC ke Empat.
Umpan balik penting lainnya adalah hilangnya kemampuan memantulkan cahaya (albedo) oleh es. Ketika temperatur global meningkat, es yang berada di dekat kutub mencair dengan kecepatan yang terus meningkat. Bersama dengan melelehnya es tersebut, daratan atau air dibawahnya akan terbuka. Baik daratan maupun air memiliki kemampuan memantulkan cahaya lebih sedikit bila dibandingkan dengan es, dan akibatnya akan menyerap lebih banyak radiasi Matahari. Hal ini akan menambah pemanasan dan menimbulkan lebih banyak lagi es yang mencair, menjadi suatu siklus yang berkelanjutan.
Umpan balik positif akibat terlepasnya CO2 dan CH4 dari melunaknya tanah beku (permafrost) adalah mekanisme lainnya yang berkontribusi terhadap pemanasan. Selain itu, es yang meleleh juga akan melepas CH4 yang juga menimbulkan umpan balik positif.
Kemampuan lautan untuk menyerap karbon juga akan berkurang bila ia menghangat, hal ini diakibatkan oleh menurunya tingkat nutrien pada zona mesopelagic sehingga membatasi pertumbuhan diatom daripada fitoplankton yang merupakan penyerap karbon yang rendah.
3.) Variasi Matahari
Variasi Matahari selama 30 tahun terakhir.
Terdapat hipotesa yang menyatakan bahwa variasi dari Matahari, dengan kemungkinan diperkuat oleh umpan balik dari awan, dapat memberi kontribusi dalam pemanasan saat ini. Perbedaan antara mekanisme ini dengan pemanasan akibat efek rumah kaca adalah meningkatnya aktivitas Matahari akan memanaskan stratosfer sebaliknya efek rumah kaca akan mendinginkan stratosfer. Pendinginan stratosfer bagian bawah paling tidak telah diamati sejak tahun 1960, yang tidak akan terjadi bila aktivitas Matahari menjadi kontributor utama pemanasan saat ini. (Penipisan lapisan ozon juga dapat memberikan efek pendinginan tersebut tetapi penipisan tersebut terjadi mulai akhir tahun 1970-an.) Fenomena variasi Matahari dikombinasikan dengan aktivitas gunung berapi mungkin telah memberikan efek pemanasan dari masa pra-industri hingga tahun 1950, serta efek pendinginan sejak tahun 1950.
Ada beberapa hasil penelitian yang menyatakan bahwa kontribusi Matahari mungkin telah diabaikan dalam pemanasan global. Dua ilmuan dari Duke University mengestimasikan bahwa Matahari mungkin telah berkontribusi terhadap 45-50% peningkatan temperatur rata-rata global selama periode 1900-2000, dan sekitar 25-35% antara tahun 1980 dan 2000. Stott dan rekannya mengemukakan bahwa model iklim yang dijadikan pedoman saat ini membuat estimasi berlebihan terhadap efek gas-gas rumah kaca dibandingkan dengan pengaruh Matahari; mereka juga mengemukakan bahwa efek pendinginan dari debu vulkanik dan aerosol sulfat juga telah dipandang remeh. Walaupun demikian, mereka menyimpulkan bahwa bahkan dengan meningkatkan sensitivitas iklim terhadap pengaruh Matahari sekalipun, sebagian besar pemanasan yang terjadi pada dekade-dekade terakhir ini disebabkan oleh gas-gas rumah kaca.
Pada tahun 2006, sebuah tim ilmuan dari Amerika Serikat, Jerman dan Swiss menyatakan bahwa mereka tidak menemukan adanya peningkatan tingkat "keterangan" dari Matahari pada seribu tahun terakhir ini. Siklus Matahari hanya memberi peningkatan kecil sekitar 0,07% dalam tingkat "keterangannya" selama 30 tahun terakhir. Efek ini terlalu kecil untuk berkontribusi terhadap pemansan global. Sebuah penelitian oleh Lockwood dan Fröhlich menemukan bahwa tidak ada hubungan antara pemanasan global dengan variasi Matahari sejak tahun 1985, baik melalui variasi dari output Matahari maupun variasi dalam sinar kosmis.